Mahkamah Konstitusi Makzulkan Presiden Yoon Suk Yeol

IMG 20250404 144911

Seoul, Netral.co.id – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada Jumat 4 April 2025 resmi memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya. Putusan itu diambil setelah delapan hakim menyatakan bahwa Yoon melakukan pelanggaran serius terhadap konstitusi dalam keputusannya memberlakukan darurat militer.

Langkah pemakzulan ini bermula dari insiden pada 3 Desember 2024, saat Yoon mengerahkan pasukan bersenjata ke gedung parlemen guna menggagalkan pemungutan suara atas dekrit kontroversialnya.

Parlemen kemudian menskors Yoon dan membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi.

“Dengan mempertimbangkan dampak luas serta tingkat pelanggaran konstitusi yang dilakukan, Mahkamah memutuskan untuk memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol,” ujar penjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, Moon Hyung-bae, saat membacakan amar putusan.

Mahkamah menilai bahwa tindakan Yoon merupakan bentuk pengkhianatan terhadap mandat rakyat dan mengancam stabilitas sistem demokrasi.

Baca Juga : Presiden Donald Trump Larang Warga Negara Muslim Masuk Amerika Serikat

Penggunaan militer dalam konflik politik sipil disebut sebagai pelanggaran prinsip netralitas militer dan penyalahgunaan wewenang sebagai kepala negara.

“Tindakan ini memaksa militer, yang seharusnya menjaga keamanan nasional, untuk menghadapi warga sipil secara langsung,” tegas Mahkamah.

Putusan Mahkamah menuai reaksi keras di kalangan masyarakat. Di luar gedung pengadilan, para demonstran anti-Yoon menyambut keputusan ini dengan sorak sorai dan tangis haru.

Sebaliknya, di sekitar kediaman presiden yang dimakzulkan, para pendukungnya menyuarakan kemarahan dan kesedihan, bahkan dua simpatisan ekstrem dilaporkan meninggal dunia akibat aksi bakar diri sebagai bentuk protes.

Situasi yang memanas mendorong aparat keamanan meningkatkan penjagaan di berbagai titik, termasuk di sekitar Mahkamah Konstitusi.

Sejumlah kedutaan besar, seperti Amerika Serikat, Prancis, Rusia, dan China, telah mengimbau warganya untuk menghindari kerumunan dan unjuk rasa.

Profesor Byunghwan Son dari Universitas George Mason menilai keputusan Mahkamah sebagai bukti kekuatan institusi demokrasi di Korea Selatan.

Baca Juga : Bangun Hunian ASN di IKN, 3 Investor Siapkan Rp 41 Triliun

“Sistem tetap bertahan, bahkan ketika dihadapkan pada ancaman kudeta sipil,” ujarnya kepada AFP.

Sementara itu, Profesor Vladimir Tikhonov dari Universitas Oslo menyebut bahwa Korea Selatan nyaris lumpuh secara politik sejak Desember 2024, di tengah absennya kepemimpinan resmi, krisis bencana alam, dan tekanan ekonomi dari kebijakan luar negeri Presiden AS Donald Trump.

Yoon tercatat sebagai presiden kedua Korea Selatan yang dimakzulkan Mahkamah Konstitusi, setelah Park Geun-hye pada 2017. Sesuai konstitusi, pemilihan presiden baru harus digelar dalam 60 hari ke depan.

Comment