Netral.co.id – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terlibat ketegangan dalam pertemuan di Gedung Putih. Insiden ini menjadi sorotan internasional, dengan Rusia menanggapi situasi tersebut secara terbuka.
Cekcok terjadi saat Zelensky mengunjungi AS untuk bertemu dengan Trump dan Wakil Presiden JD Vance guna membahas kelanjutan perang Rusia-Ukraina.
Dalam pertemuan tersebut, Zelensky mempertanyakan sikap Trump yang dinilai condong ke Rusia serta menyerukan agar AS tetap berpegang pada prinsip diplomasi.
Ia juga menyinggung pelanggaran komitmen yang telah dilakukan Rusia dalam berbagai perjanjian global.
Menanggapi pernyataan tersebut, Trump menuding Zelensky mempertaruhkan nyawa jutaan orang dan berisiko memicu Perang Dunia III.
Baca Juga : Presiden Rusia Putin Akhiri Perang dengan Ukraina
Ia juga menilai Zelensky telah menunjukkan sikap tidak hormat terhadap AS. Sementara itu, Vance menuding Zelensky tidak tahu berterima kasih atas dukungan yang selama ini diberikan oleh AS.
Ketegangan ini mendapat respons dari Rusia. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menyindir Zelensky atas pernyataannya di Gedung Putih.
“Saya pikir kebohongan terbesar Zelensky adalah klaim bahwa rezim Kyiv bertahan sendiri tanpa dukungan pada tahun 2022,” ujar Zakharova melalui telegram, dikutip Netral.co.id, Senin 3 Maret 2025.
Mantan Presiden Rusia sekaligus Kepala Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, turut mengomentari situasi tersebut dengan pernyataan yang tajam.
Ia menyebut Zelensky menerima “tamparan keras di Ruang Oval” dan menuduhnya bermain-main dengan risiko Perang Dunia III.
Kepala Dana Investasi Langsung Rusia, Kirill Dmitriev, menyebut pertemuan tersebut sebagai momen bersejarah, sementara Kepala Badan Kerjasama Kemanusiaan Internasional Rusia, Yevgeny Primakov, menuding Zelensky berusaha menghasut kekerasan.
Ketegangan antara AS dan Ukraina ini menimbulkan pertanyaan mengenai arah kebijakan Washington terhadap Kyiv di bawah kepemimpinan Trump.
Sementara itu, Rusia tampaknya melihat perpecahan ini sebagai keuntungan strategis dalam konflik yang masih berlangsung.
Comment