Penulis: Taufikurahman, mahasiswa pascasarjana Unhas, jurusan Ilmu Pemerintahan
Netral.co.id – Pemekaran wilayah merupakan wujud nyata semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang diamanatkan dalam Pasal 18 UUD 1945. Dalam kerangka inilah, aspirasi pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) mencuat sebagai isu strategis yang perlu ditelaah dari berbagai dimensi politik, ekonomi, sosial, administratif, dan kultural.
Pulau Sumbawa saat ini berada dalam lingkup administratif Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang pusat kekuasaan dan pembangunan utamanya berada di Pulau Lombok. Seiring waktu, muncul persepsi ketimpangan antara Lombok dan Sumbawa, mulai dari distribusi infrastruktur, pelayanan publik, investasi, hingga representasi dalam pengambilan keputusan. Aspirasi pemekaran PPS lahir dari kebutuhan untuk mendekatkan pelayanan, mempercepat pembangunan, dan mendapatkan keadilan fiskal serta politik.
Dari segi potensi, Sumbawa tak kalah dibanding daerah yang telah menjadi provinsi. Wilayah ini kaya tambang, pertanian, peternakan, dan pariwisata. Budaya dan identitas lokal masyarakat Sumbawa yang berbeda dari Lombok memperkuat argumen pembentukan wilayah otonom sebagai entitas yang memiliki karakteristik regional kuat.
Baca Juga: Fahri Hamzah Sebut Pulau Sumbawa Layak Jadi Provinsi Baru
Namun, pemekaran bukan sekadar pemisahan administratif. Ia menuntut kesiapan menyeluruh, mulai dari kapasitas fiskal daerah, SDM birokrasi, infrastruktur kelembagaan, hingga konsensus antardaerah kabupaten/kota di Pulau Sumbawa. Persyaratan normatif ini sering kali menjadi hambatan utama dalam praktik pemekaran yang ideal.
Sejak 2014, pemerintah pusat menerapkan moratorium pemekaran daerah karena sejumlah DOB yang baru dibentuk terbukti membebani anggaran dan minim kontribusi pembangunan. Oleh karena itu, wacana PPS harus dilandasi oleh dokumen perencanaan yang kuat, kajian akademik mendalam, dan roadmap pengembangan daerah yang realistis.
Secara politik, PPS bisa menjadi wahana penguatan demokrasi lokal dan perbaikan representasi kebijakan bagi masyarakat Sumbawa. Namun, jika hanya digerakkan oleh kepentingan elit lokal dan minim partisipasi akar rumput, pemekaran justru dapat menciptakan fragmentasi sosial baru dan beban fiskal tambahan tanpa diimbangi hasil pembangunan yang signifikan.
Baca Juga: Pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa: Janji Kemajuan atau Reproduksi Ketimpangan?
Oleh karena itu, pemekaran PPS mesti dijalankan bukan sebagai proyek politik, melainkan sebagai proyek pembangunan jangka panjang. Keterlibatan multisektor, transparansi proses, dan komitmen terhadap tata kelola yang baik menjadi prasyarat mutlak. Bila dijalankan secara matang dan memenuhi aspek teknokratis serta substantif, PPS tidak hanya menjadi simbol otonomi daerah, tetapi juga motor penggerak pembangunan dan keadilan sosial di wilayah timur NTB.
Comment