Kontroversi dan Konspirasi, Komisi III DPR RI Sikapi Sisi Lain Eksekusi Lahan dan Kematian Polisi

Netral.co.id

Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo. (Foto: Dok Istimewa).

Makassar, Netral.co.id – Dua kasus kontroversial mengguncang Sulawesi Selatan, eksekusi lahan di Jl AP Pettarani, Kota Makassar, yang diduga sarat kepentingan mafia tanah, serta kematian tragis seorang anggota Polres Sinjai di bawah pengawasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulsel yang masih penuh tanda tanya.

Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mengungkap kekhawatirannya atas dua kasus ini dalam sebuah pertemuan bersama puluhan jurnalis di Rumah Aspirasi Anak Rakyat, Makassar, Senin (24/2/2025).

“Ini bukan kasus biasa. Ada indikasi kuat permainan mafia tanah dalam eksekusi lahan dan dugaan kejanggalan dalam kematian anggota Polri yang seharusnya dijaga dalam pengawasan BNNP,” tegasnya.

Eksekusi Lahan di AP Pettarani: Jejak Mafia Tanah?

Eksekusi lahan di Jl AP Pettarani menjadi sorotan setelah ribuan aparat gabungan diterjunkan untuk mengamankan prosesnya. Bagi Rudianto, pengerahan kekuatan sebesar ini menimbulkan tanda tanya besar.

“Mengapa harus sebanyak itu? Apakah ada kekuatan besar yang bermain di balik kasus ini?,” ujarnya.

Ia mengkritik keras dugaan keberpihakan aparat dalam konflik sengketa lahan tersebut.

Baca Juga : Ahli Waris Muh Jurdin Bin Tjollen Sebut Ada Mafia Peradilan Penggusuran Lahan di Makassar

“Kepolisian tidak boleh menjadi alat kepentingan kelompok tertentu. Eksekusi ini mengindikasikan adanya permainan mafia tanah dan peradilan yang perlu diusut,” tambahnya.

Sengketa lahan ini berawal dari keputusan Pengadilan Negeri Makassar yang memenangkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Saladin Hamat Yusuf dkk.

Namun, pihak termohon menilai eksekusi ini ilegal. Kuasa hukum Saladin, Muh Alif Hamat Yusuf, menegaskan bahwa sertifikat tanah milik kliennya sah secara hukum dan telah diperkuat oleh putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Eksekusi ini mencederai prinsip hukum. Sertifikat kami sah dan diakui berbagai lembaga. Namun, justru tanah kami dirampas paksa,” tegas Alif.

Bahkan, pihak keluarga pemilik sertifikat menduga adanya mafia tanah yang merancang skema ini dan berencana melaporkan langsung ke Presiden Prabowo Subianto.

Baca Juga : A. Baso Matutu: Dari Tersangka Pemalsuan Surat Tanah hingga Pemenang Sengketa Lahan

Mereka menilai putusan pengadilan dipengaruhi oleh mafia hukum yang mengatur jalannya perkara demi kepentingan tertentu.

Kematian Polisi di Tahanan BNNP Sulsel: Misteri yang Belum Terpecahkan

Sementara itu, kematian Bripka Arham, anggota Polres Sinjai, saat berada dalam pengawasan BNNP Sulsel, juga memunculkan polemik baru.

Keluarga korban mencium adanya kejanggalan dalam kasus ini dan mengadukan masalah tersebut ke Rumah Aspirasi Anak Rakyat.

Menurut pihak BNNP, Bripka Arham meninggal akibat menenggak cairan pembersih kaca saat dalam perjalanan menuju Makassar setelah ditangkap atas dugaan keterlibatan narkoba. Namun, Rudianto Lallo mempertanyakan skenario tersebut.

“Kalau dia dalam pengawasan dan tangannya diborgol, bagaimana mungkin dia bisa meminum cairan pembersih kaca? Ini janggal dan harus diusut tuntas,” tegasnya.

Pihak BNNP sendiri mengklaim bahwa insiden tersebut murni kecelakaan. Kabid Pemberantasan dan Intelijen BNNP Sulsel, Kombes Pol Ardiansyah, menyebutkan bahwa korban meminum cairan keras yang ditemukan di dalam mobil tanpa sepengetahuan petugas.

“Kami langsung membawanya ke rumah sakit, tapi nyawanya tidak tertolong,” ujar Ardiansyah.

Namun, penjelasan ini belum sepenuhnya meyakinkan keluarga korban maupun publik. Rudianto mendesak Polda Sulsel untuk melakukan penyelidikan transparan dan mengungkap apakah ada unsur kelalaian atau bahkan kekerasan dalam kasus ini.

Baca Juga : Yayasan Anak Rakyat Indonesia Bantu Korban Kebakaran di Rappokalling Makassar

“Jangan ada yang ditutup-tutupi. Jika perlu, kasus ini dibawa ke rapat dengar pendapat di DPR,” tegasnya.

Dua Kasus, Satu Benang Merah: Transparansi yang Dipertanyakan

Baik dalam kasus eksekusi lahan maupun kematian Bripka Arham, ada satu benang merah yang mencolok: hilangnya kepercayaan publik terhadap transparansi penegakan hukum.

Mafia tanah, dugaan rekayasa hukum, dan kematian misterius di tangan aparat memperkuat pandangan bahwa sistem hukum masih rentan dimanipulasi oleh kepentingan tertentu.

Rudianto Lallo mengingatkan aparat hukum untuk menjaga integritas dan tidak menjadi alat kepentingan segelintir pihak.

“Hukum harus berdiri tegak dan berpihak pada kebenaran, bukan kepada yang kuat atau yang mampu membayar,” pungkasnya.

Kasus ini masih terus bergulir dan menjadi perhatian publik. Masyarakat menanti kejelasan, apakah hukum di negeri ini mampu menyelesaikan konflik dengan adil, atau kembali membiarkan mafia hukum dan tanah berkuasa di balik layar.

Comment