A. Baso Matutu: Dari Tersangka Pemalsuan Surat Tanah hingga Pemenang Sengketa Lahan

Eksekusi lahan sengketa di Jalan AP Pettarani, Makassar, tetap berlangsung meski mendapat perlawanan dari puluhan anggota Organisasi Masyarakat (ormas) dan pihak tergugat.

Eksekusi lahan sengketa di Jalan AP Pettarani, Makassar, tetap berlangsung meski mendapat perlawanan dari puluhan anggota Organisasi Masyarakat (ormas) dan pihak tergugat.

Makassar, Netral.co.id – Eksekusi lahan sengketa di Jalan AP Pettarani, Makassar, tetap berlangsung meski mendapat perlawanan dari puluhan anggota Organisasi Masyarakat (ormas) dan pihak tergugat.

Aksi ini sempat diwarnai bentrokan dengan aparat kepolisian yang melakukan pengamanan di lokasi.

Eksekusi terhadap Gedung Hamrawati dan sembilan bangunan ruko digelar pada Kamis (13/2/2025) pukul 09.00 WITA. Proses ini berjalan dengan penuh ketegangan, bahkan pemilik ruko tak kuasa menahan tangis saat aset mereka harus dikosongkan.

Kronologi Sengketa Lahan

Sengketa lahan ini bermula dari klaim A. Baso Matutu yang menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan warisan dari Andi Tjinjing Karaeng Lengkese.

Namun, setelah dilakukan penelusuran, nama tersebut tidak tercatat sebagai pemilik tanah yang sah.

Belakangan, terungkap bahwa A. Baso Matutu menggunakan surat keterangan tanah yang diduga palsu. Dokumen tersebut, dengan nomor 593/016/KR/V/2013 tertanggal Januari 2013, ditandatangani oleh Camat Panakkukang saat itu, Dra. Hj. Sulsilawati.

Akibat perbuatannya, A. Baso Matutu ditetapkan sebagai tersangka pada 2022 atas dugaan pemalsuan dokumen tanah berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHP.

Meski pernah terbukti bersalah dalam kasus Dra. Hj. Sulsilawati dokumen, A. Baso Matutu justru memenangkan gugatan perdata atas tanah tersebut di Pengadilan Negeri Makassar. Putusan ini menuai reaksi keras dari pemilik lahan yang merasa dirugikan.

Keberatan Pemilik Lahan

Pemilik lahan yang tergusur menegaskan bahwa A. Baso Matutu tidak memiliki riwayat kepemilikan atas tanah tersebut. Mereka pun mempertanyakan keadilan dalam putusan pengadilan.

“Hakimnya tidak adil, barang bukti saya sebanyak 12 dokumen hilang dan tidak dipertimbangkan dalam persidangan. Saya mau menuntut secara pidana, tetapi tidak diakomodasi,” ujar pemilik lahan kepada awak media.

Ia juga menyatakan telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak 1984, sementara A. Baso Matutu disebut tidak pernah menguasai tanah tersebut.

Harapan ke Aparat Penegak Hukum

Menanggapi kasus ini, Muhammad Djundi, salah satu pihak yang merasa dirugikan, berharap aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap dugaan mafia tanah.

“Kami sangat berharap penegak hukum memproses kasus ini dengan adil. Orang ini telah menyusahkan kami dan terus mencoba merebut hak kami. Kami juga berharap Presiden Joko Widodo serta aparat hukum menaruh perhatian terhadap kasus mafia tanah seperti ini,” ujar Djundi pada Rabu, 21 Juli 2022.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena mempertanyakan keabsahan putusan pengadilan yang menguntungkan seorang mantan terpidana pemalsuan dokumen.

Sengketa ini pun semakin menegaskan pentingnya reformasi agraria dan pemberantasan mafia tanah di Indonesia.

Comment