Netral.co.id, Jakarta – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mempertanyakan legalitas Hak Guna Usaha (HGU) terkait pemasangan pagar bambu di atas laut yang berlokasi di Bekasi dan Tangerang.
Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum tetapi juga bertentangan dengan prinsip aksesibilitas publik terhadap laut.
“Serius bertanya, apakah ada Hak Guna Usaha untuk tanah di atas laut?” ucap Rieke sambil merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-VIII/2010.
Baca Juga : Komnas Perempuan Angkat Bicara Soal Pergub Poligami DKI Jakarta
Putusan MK tersebut mengatur bahwa:
- Ruang laut adalah milik bersama.
- Tidak boleh ada hambatan akses publik ke laut.
- Tidak diizinkan adanya Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut.
Rieke menegaskan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil seharusnya mencerminkan prinsip keadilan dan keterbukaan bagi seluruh masyarakat, bukan dijadikan aset untuk kepentingan investasi.
Namun, pemasangan pagar bambu di laut justru menyebabkan hambatan akses bagi masyarakat sekitar. Akibatnya, para nelayan mengalami kesulitan menjalankan aktivitasnya dan melaporkan penurunan pendapatan.
Baca Juga : Penjelasan Pemprov DKI Jakarta Soal Pergub Poligami
Pemilik pagar bambu, PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN), mengklaim telah memberikan kompensasi kepada nelayan yang terdampak.
Namun, tindakan perusahaan ini tetap menuai kritik karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan wilayah laut yang adil.
Pada Minggu, 19 Januari 2025, pagar bambu tersebut dibongkar oleh TNI Angkatan Laut atas perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Langkah ini mendapat tanggapan beragam. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, menyayangkan pembongkaran yang dilakukan oleh TNI AL, meskipun tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai alasannya.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum terkait pengelolaan ruang laut dan perlindungan hak masyarakat pesisir.
Comment