Jakarta, Netral.co.id – Presiden Prabowo Subianto memanggil sejumlah pihak terkait ke Istana Negara, termasuk Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yasserli, Menteri BUMN Erick Thohir, serta perwakilan PT Sritex.
Langkah ini diambil menyusul gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal akibat kebangkrutan perusahaan tekstil tersebut.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan bahwa Prabowo memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini dan meminta solusi konkret untuk para pekerja yang terdampak.
“Pada hari ini kami semua berkumpul atas petunjuk dari Bapak Presiden, bersama Menteri BUMN, Menaker, tim kurator, dan serikat pekerja untuk mendiskusikan jalan keluar bagi masalah PT Sritex,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Menurutnya, Prabowo menekankan pentingnya solusi bagi ribuan buruh yang kehilangan pekerjaan akibat penutupan PT Sritex.
“Presiden sangat concern agar pemerintah segera mencari jalan keluar, terutama terkait nasib para pekerja PT Sritex yang terdampak,” lanjutnya.
Presiden juga menginstruksikan agar seluruh pihak segera merumuskan kebijakan yang dapat memastikan para mantan karyawan mendapatkan pekerjaan kembali.
Alasan PT Sritex Mengalami Kebangkrutan
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, secara resmi menghentikan operasionalnya pada 1 Maret 2025. Berikut adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan ini:
- PHK Massal
Pada 16 November 2024, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Imanuel Ebenezer sempat menyatakan bahwa tidak akan ada PHK di PT Sritex.
Namun, realitas berkata lain. Pada 26 Februari 2025, lebih dari 10.000 karyawan resmi terkena PHK dan terakhir bekerja pada 28 Februari 2025.
- Penurunan Produksi & Daya Beli
Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyebut beberapa faktor yang memperburuk kondisi perusahaan, termasuk:
Dampak pandemi yang masih terasa.
Melemahnya daya beli masyarakat.
Persaingan dengan impor tekstil murah dari China.
Perlambatan ekonomi global.
Regulasi pemerintah yang dinilai kurang mendukung industri tekstil dalam negeri.
PT Sritex juga sempat menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak Januari 2022 dari CV Prima Karya, salah satu krediturnya.
Bahkan, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menghentikan perdagangan saham Sritex (SRIL) sejak 18 Mei 2021 akibat gagal membayar utang.
- Terlilit Utang Rp26 Triliun
Total utang PT Sritex mencapai Rp26 triliun, dengan rincian:
Kreditur separatis: Rp716,7 miliar.
Kreditur konkuren: Rp25,3 triliun.
Gugatan tambahan dari PT Indo Bharat Rayon semakin memperburuk kondisi keuangan perusahaan.
Akhirnya, pada 23 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang menyatakan PT Sritex pailit berdasarkan putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Keputusan ini diperkuat dalam sidang di PN Semarang pada 28 Februari 2025, di mana hakim menyatakan tidak ada prospek keberlanjutan usaha (going concern). Akibatnya, PT Sritex harus melakukan PHK terhadap hampir 11.000 buruh.
Comment