Jakarta, Netral.co.id – PDI Perjuangan (PDIP) melalui juru bicaranya, Mohamad Guntur Romli, menyoroti reshuffle merupakan hak prerogatif presiden, tetapi menekankan bahwa tantangan sebenarnya ada pada kinerja kolektif kabinet.
“Survei Kedai Kopi Januari 2025 menunjukkan kepuasan publik terhadap kabinet hanya 25,8 persen. Ini sinyal bahwa perubahan harus lebih substansial,” katanya.
Hingga berita ini ditulis, Istana belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait waktu dan nama-nama yang akan terdampak reshuffle.
Namun, publik menantikan langkah konkret Prabowo untuk membuktikan komitmennya pada pemerintahan yang bersih, efisien, dan berorientasi pada rakyat.
Apakah reshuffle ini akan menjadi titik balik bagi Kabinet Merah Putih atau justru memicu kontroversi baru, waktu yang akan menjawab.
Apalagi, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan publik menyusul isu reshuffle Kabinet Merah Putih yang berhembus kencang pasca-Lebaran 2025.
Kabar ini muncul seiring evaluasi kinerja para menteri yang dianggap belum optimal dalam mendukung visi besar pemerintahan, termasuk program Asta Cita menuju Indonesia Emas 2045.
Baca Juga : PDI Perjuangan Hargai Putusan Presiden Reshuffle Kabinet Indonesia Maju
Reshuffle ini diyakini menjadi langkah strategis Prabowo untuk memperkuat stabilitas politik dan efektivitas kerja kabinet di tengah berbagai tantangan domestik dan global.
Sumber terpercaya di lingkaran Istana menyebutkan bahwa reshuffle kali ini kemungkinan akan menyasar beberapa pos kunci, termasuk menteri yang dinilai lemah dalam komunikasi publik dan implementasi kebijakan.
Nama-nama seperti Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi disebut-sebut masuk dalam daftar evaluasi, menyusul kritik terhadap cara penyampaian informasi pemerintah yang dianggap kurang efektif oleh sejumlah kalangan.
Selain itu, beberapa menteri di sektor ekonomi dan energi juga menjadi perhatian akibat polemik seperti kelangkaan gas dan defisit APBN yang dilaporkan mencapai Rp31,2 triliun per Februari 2025.
Reshuffle pertama Kabinet Merah Putih yang dilakukan pada 19 Februari 2025 menjadi preseden penting.
Saat itu, Prabowo menggantikan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro dengan Brian Yuliarto, serta melantik sejumlah kepala dan wakil kepala badan seperti BPKP, BPS, dan BSSN.
Langkah ini, yang terjadi pada hari ke-122 pemerintahan, menunjukkan kecepatan Prabowo dalam menata ulang kabinet dibandingkan pendahulunya, Joko Widodo, yang melakukan reshuffle pertama pada hari ke-296 masa jabatan.
Baca Juga : Hasto Kristiyanto Ditahan KPK, Imbas Dari Kebijakan PDIP
Analis politik dari Universitas Indonesia, Dr. Andi Wijaya, menilai reshuffle kali ini tidak hanya soal kinerja individu, tetapi juga menyangkut dinamika koalisi politik.
“Prabowo masih harus menjaga keseimbangan antara profesionalisme dan kepentingan partai pendukung. Rating approval yang tinggi, di atas 80 persen berdasarkan survei terbaru, memberi legitimasi kuat untuk melakukan perubahan tanpa mengganggu stabilitas politik,” ujarnya.
Namun, reshuffle ini juga menuai sorotan kritis. Media asing, seperti yang dilansir KompasTV pada 20 Februari 2025, menilai perombakan sebelumnya belum sepenuhnya menyelesaikan masalah utama seperti efisiensi anggaran dan kredibilitas pemerintahan.
Biaya operasional kabinet yang mencapai Rp1,9 triliun juga menjadi perhatian publik, memicu desakan agar Prabowo lebih tegas memilih figur berintegritas dan kompeten.
Comment