Jakarta, Netral.co.id – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman menilai masuknya sejumlah pimpinan lembaga penegak hukum dalam Komite Pengawasan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan menimbulkan masalah baru.
“Menimbulkan masalah baru dan sama sekali tidak menjawab masalah karena di sana hanya ketua ketuanya, itu jabatan jabatan ex officio,” kata Zaenur Senin, (7/4/2025).
Berbagai Pimpinan lembaga penegak hukum selain KPK juga ikut di sertakan menjadi pengawas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara seperti.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ketua Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Jaksa Agung, dan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) dimasukkan dalam dalam Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Menurut Zaenur, masuknya pimpinan ketua lembaga penegak hukum tidak menjamin bahwa pengawasan terhadap Danantara akan berjalan efektif. Sebab, jabatan ex officio seperti ini justru bisa menimbulkan risiko.
Ia mengambil contoh pada masa kepemimpinan Jokowi, terdapat Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat (TP4) serta Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Jokowi menunjuk Kejaksaan sebagai pengawas sekaligus konsultannya untuk pembangunan insfrastruktur.
Namun bukannya melakukan pengawasan, yang muncul justru tindak pidana korupsi oleh sejumlah jaksa, seperti yang terjadi di Yogyakarta. Zaenur pun mengistilahkan peristiwa tersebut dengan “Jaksa makan pagar tanaman”.
Karena itu, peneliti Pukat UGM ini menyebut Komite Pengawasan dan Akuntabilitas justru berisiko apalagi tidak adanya pengaturan tugas dan kewenangannya dalam Undang Undang (UU) No. 1 tahun 2025. Nama Komite ini baru muncul Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tahun 2025 itu pun, kata Zaenur, tidak tertera soal kewenangan mereka.
“Kewenangan komite ini tidak diatur sehingga tidak diketahui tugasnya. Ini masih gelap, semua terserah presiden,” ujarnya.
Tidak hanya melakukan pengawasan, akademikus UGM ini pun pesimistis bahwa para pimpinan lembaga tersebut bisa meredam potensi korupsi tapi justru memunculkan potensi konflik kepentingan karena, seperti KPK misalnya, sebagai lembaga independen seharusnya berada di luar sistem dari Danantara.
“Seharusnya KPK menjadi pengawas eksternal sehingga bila suatu hari terjadi korupsi di Danantara, KPK bisa objektif,” kata Zaenur.
Comment