Netralitas Hingga Peran Elite Politik di Sengketa Pilkada Palopo dan Jeneponto

animasi sengketa pilkada, Peran Elite Politik di Sengketa Pilkada Palopo dan Jeneponto

animasi sengketa pilkada, Peran Elite Politik di Sengketa Pilkada Palopo dan Jeneponto. (Foto: Dok Istimewa).

Makassar, Netral.co.id – Dinamika penundaan pelantikan kepala daerah terpilih di Jeneponto dan Palopo tidak hanya menjadi perhatian publik karena proses hukum di Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi juga karena dinamika politik yang menyertainya.

Kepala daerah terpilih Jeneponto, Paris Yasir-Islam Iskandar, dan kepala daerah terpilih Palopo, Trisal Tahir-Akhmad Syarifuddin, harus menunda pelantikan mereka karena sengketa Pilkada yang sedang bergulir di MK.

Di balik proses hukum tersebut, muncul berbagai spekulasi tentang manuver politik yang memengaruhi jalannya persidangan.

Tekanan Politik dan Isu Netralitas

Sumber internal menyebutkan adanya dugaan tekanan politik terhadap penyelenggara pemilu di daerah yang disengketakan. Beberapa pihak menyoroti netralitas KPU dan Bawaslu yang menjadi sorotan selama proses Pilkada berlangsung.

Kasus dugaan penggelembungan suara yang diajukan oleh pasangan Muhammad Sarif dan Moch Noer Alim Qalby di Jeneponto, serta gugatan dari pasangan Farid Kasim Judas-Nurhaenih di Palopo, membuka wacana tentang perlunya reformasi sistem pengawasan pemilu.

Baca Juga : Ultimatum Caleg Terpilih Golkar Bantaeng, TP : 4 Caleg Terpilih Golkar Wajib Menangkan Uji-Sah

Dalam sidang di MK, Sarif-Qalby menghadirkan saksi ahli, termasuk mantan Wakil Ketua MK, Prof Aswanto, yang memberikan pandangan terkait dugaan pelanggaran dalam proses pemilu. Sidang Jeneponto dijadwalkan pukul 08.00 WIB, sementara sidang Palopo akan berlangsung pukul 13.30 WIB.

Keterlibatan Tokoh Lokal dan Elite Politik

Selain aspek hukum, terdapat dinamika politik lokal yang turut memperkeruh situasi. Beberapa tokoh masyarakat dan elite politik disebut-sebut aktif memobilisasi dukungan untuk memperkuat posisi masing-masing kandidat dalam sengketa ini.

Di Jeneponto, kemenangan tipis Paris Yasir-Islam Iskandar dengan selisih 1.064 suara atas Sarif-Qalby memicu ketegangan politik di tingkat lokal.

Sementara di Palopo, selisih suara antara Trisal Tahir-Akhmad Syarifuddin dan Farid Kasim Judas-Nurhaenih yang hanya 595 suara menjadi pemicu utama gugatan. Kedua kubu saling melontarkan tudingan terkait integritas proses pemilu.

Dampak Terhadap Stabilitas Daerah

Penundaan pelantikan ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas politik dan sosial di Jeneponto dan Palopo. Beberapa kelompok masyarakat menyuarakan ketidakpuasan mereka melalui aksi damai, menuntut transparansi dan keadilan dalam proses hukum di MK.

Baca Juga : Andalan Hati Cetak Lima Sejarah Baru di Pilgub Sulsel 2024

Pakar politik lokal memperingatkan bahwa berlarut-larutnya sengketa ini dapat memperburuk hubungan antarpendukung pasangan calon dan mengganggu jalannya pemerintahan daerah. Oleh karena itu, semua pihak diimbau untuk menghormati proses hukum dan menjaga ketertiban.

Menanti Putusan MK

Dengan penundaan pelantikan ini, semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi yang akan memberikan putusan final terkait sengketa Pilkada Jeneponto dan Palopo.

Keputusan tersebut akan menentukan nasib politik di kedua daerah dan menjadi tolok ukur integritas demokrasi di tingkat lokal.

Sementara itu, sebanyak 23 pasangan kepala daerah lainnya di Sulawesi Selatan telah resmi dilantik pada 20 Februari 2025.

Nasib Jeneponto dan Palopo kini sepenuhnya berada di tangan MK, yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan transparan.

Comment