Fenomena Aliran Sesat di Indonesia Ancam Akidah Umat Islam

Fenomena ajaran menyimpang yang mengubah bahkan menambah rukun Islam kembali mencuat di sejumlah wilayah Indonesia.

(Foto: Netral.co.id/F.R)

Netral.co.id – Fenomena ajaran menyimpang yang mengubah bahkan menambah rukun Islam kembali mencuat di sejumlah wilayah Indonesia. Dua kasus terbaru terjadi di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, dengan narasi ajaran yang tak hanya kontroversial, tetapi juga meresahkan masyarakat.

Di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah menyelidiki dugaan penyebaran ajaran menyimpang di Kecamatan Sandai.

Ajaran ini mengklaim bahwa ibadah haji tidak perlu dilakukan di Makkah, melainkan cukup berziarah ke makam lokal di Tanjungpura dan Matan. Kelompok ini diduga dipimpin oleh seorang pria berinisial AK, warga Desa Riam Bunut, Kecamatan Sungai Laur.

Baca Juga: Ajaran Sesat di Kalimantan Gantikan Ibadah Haji dengan Ziarah Lokal

MUI Ketapang bersama MUI Sandai kini menunggu hasil kajian dari Tim PAKEM (Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan dalam Masyarakat) yang berada di bawah koordinasi Kejaksaan.

“Masih sebatas dugaan. Status sesat atau tidak akan ditentukan oleh Tim PAKEM,” ujar Ketua MUI Ketapang, M. Faisol Maksum, Kamis (24/4/2025).

Dugaan penyimpangan ini mencuat setelah masyarakat mengirimkan rekaman dialog kelompok tersebut kepada MUI. Rekaman itu memperlihatkan pernyataan-pernyataan yang dinilai bertentangan dengan akidah dan syariat Islam.

Seperti penolakan terhadap kewajiban salat lima waktu dan keyakinan bahwa salat fardu hanyalah bentuk riya. Ajaran mereka mengutamakan salat batiniah dan diklaim berasal dari mimpi bertemu Rasulullah SAW.

Merespons hal ini, MUI Sandai telah mengeluarkan surat pernyataan resmi yang menyebut ajaran tersebut terindikasi sesat. Pemerintah daerah diminta mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

Baca Juga: Muncul Ajaran Baru dengan 11 Rukun Islam di Sulawesi Selatan, Ini Pimpinannya

Sementara itu di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Polres Maros menangkap pimpinan ajaran Pangissengang Tarekat Ana Loloa, Petta Bau (59), bersama empat pengikutnya pada 31 Maret 2025. Kelompok ini telah dinyatakan menyimpang oleh MUI Kabupaten Maros.

Dalam ajarannya, Tarekat Ana Loloa menambahkan rukun Islam menjadi 11 dan mewajibkan pengikutnya membeli benda pusaka sebagai tiket masuk surga. Mereka juga menganggap ibadah haji cukup dilakukan di Gunung Bawakaraeng, Gowa.

Tak hanya itu, kelompok ini melarang pengikutnya membangun rumah dengan dalih kiamat sudah dekat. Dana pembangunan rumah justru diwajibkan untuk membeli benda pusaka yang dianggap penting di akhirat.

“Kami masih mendalami dugaan pelanggaran hukum lainnya. Masyarakat diimbau agar waspada terhadap ajaran yang menyimpang dari akidah dan norma yang berlaku,” kata Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu.

Baca Juga: Soal Dugaan Aliran Sesat di Gowa, Menag: Verifikasi dan Klarifikasi!

Merebaknya aliran sesat ini menandai pentingnya edukasi agama yang berlandaskan sumber otoritatif dan pengawasan ketat dari lembaga keagamaan dan aparat hukum.

Comment