Jakarta, Netral.co.id – Bank Indonesia (BI) mengakui sejumlah faktor menjadi penyebab anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Hal tersebut dibuktikan BI saat turun tangan di pasar mata uang untuk mempertahankan nilai tukar rupiah.
Langkah itu dilakukan atas kekhawatiran terhadap kondisi politik negara, anggaran belanja negara dan larinya modal yang mendorong rupiah ke level terendah sejak krisis keuangan di Asia.
Pada Selasa pagi 25 Maret 2025 rupiah melemah hingga pada angka terendah 0.54 persen atau menjadi Rp16.640 per dolar AS (Amerika Serikat).
Penurunan ini akibat dari ketidakpastian pasar global dan kecemasan terhadap kesehatan fiskal Indonesia serta prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca Juga : Lima Negara Ini Dinilai Akan Selamat Dari Resesi 2023
Atasi kondisi ini, BI telah melakukan intervensi di pasar mata uang, pasar obligasi, dan di pasar domestik (non-deliverable forwards) karena rupiah bergerak menuju titik terendah dalam 2.5 tahun terakhir.
Berdasarkan data LSEG, rupiah mengalami titik terendah pada 1998 saat menyentuh angka Rp16.800 per dolar AS selama krisis keuangan di Asia.
Sebelumnya pada Minggu 23 Maret 2025 Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan krisis ekonomi bisa menyebabkan nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat melemah, namun tidak sampai menembus Rp20.000 per dolar AS.
“Saya belum pernah melihat kemungkinan rupiah akan melemah hingga ke angka Rp20.000 per dolar As. Secara ekonomi, kejadian tersebut hanya bisa disebabkan oleh krisis eksternal seperti krisis Asia tahun 1997/1998,” ujar Huda kepada awak media, Minggu 23 Maret 2025.
Baca Juga : IMA dan FINI Tolak Kenaikan Royalti Minerba, Sebut Bebani Investasi Smelter
Dia menjelaskan jika melihat data saat ini, perekonomian ASEAN ada yang bagus misalnya Vietnam dan ada yang melemah seperti Indonesia. Masalah ekonomi Indonesia itu lebih banyak berasal dari internal negara.
Misalnya seperti penerimaan negara yang jeblok, kebijakan program negara yang memerlukan dana besar, hingga politik dalam negeri Indonesia.
“Jikapun melemah, paling mungkin di angka Rp17.000 per dolar AS. Itu pun sudah sangat parah karena akan meningkatkan inflasi impor,” pungkasnya.
Comment