Jakarta, Netral.co.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memprediksi 50.000 buruh akan terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat tarif yang dilancarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Indonesia.
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, 50.000 buruh itu akan terdampak PHK selama tiga bulan ke depan.
Baca Juga: Presiden Prabowo Kirim Tim Lobi Tingkat Tinggi ke Amerika Serikat Soal Ini
“Dalam kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh, diperkirakan akan ada tambahan 50.000 buruh yang ter-PHK dalam tiga bulan usai diberlakukannya tarif baru tersebut,” kata Said, Minggu (6/4/2025).
Said mengatakan bahwa ini merupakan badai PHK gelombang kedua, badai PHK gelombang pertama telah terjadi pada Januari hingga awal Maret tahun ini dengan 60.000 buruh terkena PHK di 50 perusahaan di Indonesia.
Di sisi lain, prediksi PHK gelombang kedua dihimpun KSPI dan Partai Buruh berdasarkan fakta-fakta di lapangan.
Baca Juga: Rieke Diah Pitaloka Desak Kemendag Tanggapi Perang Dagang AS
Said menjelaskan prediksi tersebut berdasarkan fakta laporan dari serikat pekerja di tingkat perusahaan.
“Mereka sudah diajak berunding oleh pimpinan-pimpinan perusahaan bahwa akan kemungkinan terjadi PHK, berapa jumlahnya dan kapan? Baru disampaikan potensi PHK, oleh karena itu mereka meminta berunding,” kata Said.
Said menerangkan, bahwa beberapa perusahaan sudah oleng sebelum lebaran atas diberlakukannya tarif timbal balik yang tinggi oleh pejabat AS. Sejumlah perusahaan lainnya sedang mencari format untuk menghindari PHK.
Baca Juga: Trump Tetapkan Kebijakan Tarif Timbal Balik ke Indonesia, Ini Imbasnya
KSPI dan Partai Buruh mencatat bahwa industri-industri yang paling rentan dihantam gelombang kedua PHK antara lain industri tekstil, garmen, sepatu, elektronik, makanan dan minuman yang berorientasi ekspor ke Amerika Serikat.
“Serta industri minyak sawit, perkebunan karet, dan pertambangan,” ujar Said.
Said mengatakan, kenaikan tarif sebesar 32 persen membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal di pasar Amerika Serikat.
Comment