Revolusi Birokrasi: Menghapus Feodalisme Politik di Kabupaten Bima

Netral.co.id

Mahasiswa Magister Ilmu Politik UNAS-Jakarta, Rahimun M. Said. (Foto: Netral.co.id/ FR).

Netral.co.id – Reformasi birokrasi bertujuan untuk mengubah tata kelola pemerintahan agar lebih baik, transparan, dan akuntabel. Di Kabupaten Bima, urgensi revolusi birokrasi semakin mendesak di tengah praktek feodalisme yang mencengkeram birokrasi selama dua dekade terakhir. Selama 20 tahun ini, kekuasaan di Kabupaten Bima didominasi oleh dinasti politik, yang memperlihatkan kecenderungan feodalistik, dengan pembagian kekuasaan yang terpusat pada keluarga Bupati.

Revolusi birokrasi yang diusulkan di Kabupaten Bima harus didorong oleh semangat “Revolusi Mental” yang mengedepankan integritas, profesionalisme, dan keberanian untuk melawan budaya kerja yang pasif dan bermental “budak.” Di sini, mental budak merujuk pada sikap birokrasi yang cenderung menerima tanpa pertanyaan, enggan berinovasi, dan takut untuk menantang status quo.

Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya praktek politik dinasti yang menjadi identitas khas politik Kabupaten Bima. Selama dua dekade, kepemimpinan di Kabupaten Bima berada di bawah kendali kelompok dan keluarga tertentu, dengan peran dominan yang dimainkan oleh Bupati Hj. Indah Damayanti Putri dan kerabatnya, termasuk anak dan saudara yang menduduki berbagai posisi penting. Hal ini menciptakan budaya birokrasi yang rentan terhadap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta menghalangi terciptanya tata kelola yang profesional dan berorientasi pelayanan publik.

Mengurai Dinasti: Feodalisme dalam Demokrasi Modern

Praktek politik dinasti di Kabupaten Bima ini mirip dengan yang digambarkan oleh Robert Michels, di mana kekuasaan cenderung membangun dirinya agar semakin mapan dan sulit tergeser. Kekuasaan yang berkelanjutan melalui struktur dinasti ini menciptakan kecenderungan untuk mempertahankan kekuasaan dengan mengabaikan prinsip-prinsip moral dan transparansi, seperti yang terjadi di Bima. Posisi penting dalam pemerintahan daerah diduduki oleh individu yang masih dalam lingkaran kerabat dekat, menegaskan pola feodalisme politik yang diwarnai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Perbandingan dengan dinasti politik di negara lain, seperti Bush di Amerika atau Gandhi di India, menunjukkan perbedaan mencolok. Di negara-negara tersebut, politik dinasti seringkali masih memberikan kesempatan bagi tokoh-tokoh dengan kapabilitas politik yang tinggi dan pendidikan yang memadai untuk berkarier, sementara di Bima, politik dinasti lebih terkesan sebagai upaya mempertahankan kekuasaan tanpa memperhatikan kualitas kepemimpinan.

Membangun Kembali Birokrasi yang Bebas dari Dinasti

Revolusi birokrasi di Kabupaten Bima menjadi kebutuhan mendesak untuk memutus rantai kekuasaan feodal yang mengakar. Langkah ini harus dimulai dengan menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat, intelektual, dan kelas menengah bahwa mereka berada dalam cengkraman kekuasaan dinasti. Kesadaran ini menjadi modal awal untuk mendorong perubahan struktural yang mendalam di dalam birokrasi.

Untuk menyelamatkan Kabupaten Bima dari cengkeraman dinasti, beberapa langkah penting dapat diambil:

1. Reformasi Struktur dan Pengawasan Ketat

Pemerintahan Kabupaten Bima harus melakukan reformasi menyeluruh dengan membentuk struktur yang lebih transparan dan akuntabel. Pengawasan ketat dari lembaga-lembaga independen akan menjadi kunci untuk memastikan praktek-praktek KKN dapat dicegah.

2. Pengembangan SDM dan Pendidikan Politik

Pendidikan politik yang inklusif harus didorong agar masyarakat lebih melek politik dan tidak mudah terjebak dalam pola politik dinasti yang korup. Program pelatihan kepemimpinan bagi generasi muda perlu digalakkan untuk mempersiapkan kader-kader pemimpin yang berintegritas.

3. Partisipasi Publik dan Inovasi dalam Pelayanan

Mengubah mentalitas birokrasi dengan mengedepankan transparansi dan pelayanan berbasis inovasi. Masyarakat harus diberi ruang untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan pengawasan kebijakan pemerintah.

4. Penerapan Kebijakan Anti Nepotisme yang Tegas

Peraturan daerah yang tegas untuk melarang praktek nepotisme dalam birokrasi harus segera diberlakukan. Pengangkatan pegawai dan pejabat harus berdasarkan kompetensi, bukan hubungan keluarga.

5. Pemilihan yang Demokratis dan Adil

Pemilihan kepala daerah yang transparan, bebas dari intimidasi, dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon, akan menjadi kunci untuk memutus mata rantai politik dinasti.

Masa Depan Bima: Membangun Kepemimpinan yang Profesional dan Berintegritas

Dalam demokrasi modern, praktek politik dinasti seperti yang terjadi di Kabupaten Bima merupakan bentuk penyimpangan yang harus segera diatasi. Masyarakat Kabupaten Bima harus diajak untuk bersama-sama melakukan revolusi birokrasi, menciptakan pemerintahan yang lebih profesional, berintegritas, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Dengan demikian, Kabupaten Bima dapat melepaskan diri dari belenggu feodalisme politik dan menuju masa depan yang lebih cerah dan sejahtera.

Rahimun M. Said
(Mahasiswa Magister Ilmu Politik UNAS-Jakarta)

Comment