Jakarta, Netral.co.id – Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) mengecam keras keputusan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI yang menjatuhkan sanksi berat kepada kapten PSM Makassar, Yuran Fernandes, usai sang pemain melontarkan kritik terhadap kualitas kepemimpinan wasit di Liga 1.
Ketua Umum PSTI, Ignatius Indro, menilai tindakan Komdis sebagai bentuk ketertutupan terhadap kritik yang konstruktif dan justru menunjukkan sikap defensif dari PSSI.
“Ini jelas menunjukkan PSSI adalah organisasi anti-kritik. Kritik Yuran seharusnya menjadi bahan evaluasi, bukan malah dijatuhi hukuman berat. Faktanya, kualitas wasit di Liga Indonesia memang masih jauh dari ideal,” kata Indro dalam keterangannya, Minggu (11/5/2025).
Yuran Fernandes sebelumnya dihukum larangan bermain selama 12 bulan dan denda Rp25 juta setelah menyampaikan kritik usai kekalahan PSM dari PSS Sleman pada 3 Mei 2025. Komdis menilai komentar Yuran mencemarkan nama baik sepak bola Indonesia.
Namun menurut Indro, sanksi itu sangat tidak proporsional dan justru mengaburkan persoalan utama di tubuh PSSI: rendahnya mutu pengadil lapangan.
“Hukuman keras semestinya dijatuhkan kepada pelaku suap atau pengatur skor. Kenapa pemain yang menyuarakan keresahan di lapangan justru dihukum?” tegasnya.
Ia juga menyoroti pola serupa dalam cara PSSI menyikapi kritik di berbagai lini, termasuk dugaan penggunaan buzzer untuk menyerang individu yang bersuara kritis.
“Ini bukan pertama kalinya PSSI alergi terhadap kritik. Buzzer dipakai menyerang yang bersuara, bahkan beberapa anggota Exco terlihat emosional saat menghadapi kritik. Padahal kritik adalah bagian penting dalam membangun sepak bola kita,” lanjut Indro.
Di sisi lain, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga menyebut bahwa sanksi terhadap Yuran murni keputusan independen Komdis, dan tidak bisa diintervensi oleh Ketua Umum maupun pengurus federasi.
“Ketum PSSI bahkan sudah lebih dulu memaafkan Yuran sebelum putusan Komdis keluar. Karena Komdis bersifat independen, maka jalur banding ke Komite Banding adalah solusi terbaik,” kata Arya pada Sabtu (10/5/2025).
Meski demikian, polemik ini kembali membuka perdebatan tentang transparansi dan akuntabilitas lembaga pengadil di lingkungan PSSI, serta sensitivitas terhadap kritik publik.
Comment