Koalisi Sipil Tuding TNI Masuk Ranah Sipil, Peringatkan Bahaya Dwifungsi Gaya Baru

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras surat telegram Panglima TNI yang memerintahkan pengerahan personel dan alat perlengkapan militer untuk mendukung pengamanan di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia.

Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra (Foto: Twitter/X)

Jakarta, Netral.co.idKoalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras surat telegram Panglima TNI yang memerintahkan pengerahan personel dan alat perlengkapan militer untuk mendukung pengamanan di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Mereka menilai langkah ini sebagai bentuk intervensi militer dalam ranah sipil, khususnya penegakan hukum.

“Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil,” tegas Direktur Imparsial, Ardi Manto, mewakili Koalisi, dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Minggu (11/5/2025).

Baca Juga:Bayang-Bayang Orde Baru dan Pasal Krusial dalam Revisi UU TNI

Ardi menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi, termasuk UUD 1945, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI.

Menurutnya, tugas pokok Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah di bidang pertahanan, bukan penegakan hukum yang merupakan kewenangan institusi sipil seperti Kejaksaan.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa hingga kini belum ada kerangka hukum yang spesifik dan sahih yang mengatur secara rinci mekanisme perbantuan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), termasuk dalam kerja sama dengan lembaga penegak hukum.

“Kerja sama bilateral seperti ini tak memiliki dasar hukum yang kuat. MoU antara TNI dan Kejaksaan justru berpotensi menyalahi UU TNI itu sendiri,” jelas Ardi.

Koalisi Sipil juga mencurigai pengerahan ini sebagai bagian dari tren baru kembalinya praktik dwifungsi militer, terlebih setelah revisi Undang-Undang TNI disahkan beberapa bulan lalu. Salah satu pasal dalam revisi tersebut disebut memberi celah keterlibatan TNI dalam institusi penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung.

“Catatan risalah sidang menyebut bahwa pelibatan TNI hanya untuk Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Tapi dalam telegram ini, pengerahan berlaku luas ke semua Kejati dan Kejari, artinya pelibatan sudah keluar dari konteks itu,” imbuhnya.

Baca Juga:TNI Turun Gunung! Amankan Kantor Kejaksaan di Seluruh Indonesia

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari lebih dari 20 organisasi, termasuk Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, LBH Jakarta, WALHI, ICJR, AJI Jakarta, dan berbagai lembaga lainnya.

Sementara itu, Kejaksaan Agung membenarkan adanya pengamanan oleh TNI di lingkungan kejaksaan, baik di tingkat pusat maupun daerah. “Iya benar ada pengamanan yang dilakukan oleh TNI terhadap Kejaksaan hingga ke daerah,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi, Minggu (11/5/2025).

Harli menjelaskan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk kerja sama kelembagaan antara Kejaksaan dan TNI. “Itu bentuk dukungan TNI ke Kejaksaan dalam menjalankan tugas-tugasnya,” ujarnya.

Sebelumnya, beredar surat telegram yang ditandatangani Asisten Operasi KASAD, Mayor Jenderal TNI Christian K. Tehuteru, tertanggal 6 Mei 2025.

Surat itu merujuk pada perintah Panglima TNI melalui Telegram Nomor TR/422/2025 yang diterbitkan 5 Mei 2025. Dalam perintah tersebut, seluruh Pangdam diminta menyiapkan satu peleton (30 personel) untuk setiap Kejati dan satu regu (10 personel) untuk setiap Kejari.

Baca Juga:Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan: Tolak Dwifungsi ABRI!

Penugasan dimulai sejak awal Mei dengan personel yang berasal dari satuan tempur dan bantuan tempur, disertai sistem rotasi per bulan.

Dalam pelaksanaannya, setiap satuan diminta menjalin koordinasi dengan TNI AL dan TNI AU di wilayah masing-masing jika kekurangan personel, serta menyusun pedoman kerja sama dengan instansi terkait.

Comment