APBN Kita Periode Januari 2025 Tak Kunjung Dirilis, Ada Apa Gerangan?

Sebelum ini laporan APBN Kita dirilis setiap bulan, sedangkan saat ini sudah memasuki bulan Maret 2025. Itu artinya, Kemenkeu terlambat sekitar 2 bulan dalam merilis APBN Kita.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani Indrawati hingga kini belum juga merilis laporan APBN periode Januari 2025. (foto:dok)

Jakarta, Netral.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, hingga kini belum juga merilis laporan APBN periode Januari 2025.

Sebelum ini laporan APBN Kita dirilis setiap bulan, sedangkan saat ini sudah memasuki bulan Maret 2025. Itu artinya, Kemenkeu terlambat sekitar 2 bulan dalam merilis APBN Kita.

Tujuan Publikasi APBN Kita

Mengutip laman resmi Kemenkeu APBN Kita, bahwa publikasi bulanan bertujuan untuk menginformasikan pada masyarakat mengenai kinerja pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara sebagai bentuk tanggung jawab publik dan transparansi fiskal.

Fakta di Balik Keterlambatan Perilisan APBN

Mengenai keterlambatan perilisan APBN Kita periode Januari 2025, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, mengatakan pihaknya masih belum dapat memastikan kapan APBN Kita Januari 2025 akan dirilis.

“Kita masih atur jadwalnya karena agenda masih padat. Tunggu saja ya,” ucapnya kepada dikutip Netral.co.id pada kompas.com, Sabtu (8/3/2025).

Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pernyataan serupa dengan Deni Surjantoro. Kaduanya sama-sama enggan memberikan alasan yang jelas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga enggan mengungkapkan alasan laporan APBN Kita terlambat dirilis.

“Nanti kalau kita sudah selesaikan seluruh adjustment kita segera memberikan penjelasan ya,” jawab Sri Mulyani ketika ditanya wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3/2025).

Diduga, Urusan Fiskal Belum Kelar

Sementara itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai hal ini menimbulkan banyak pertanyaan yang berhubungan dengan kondisi keuangan negara, efektivitas kebijakan fiskal, serta dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan pasar keuangan.

Pasalnya, APBN menjadi dasar utama dalam pengelolaan keuangan negara yang mencerminkan kebijakan fiskal pemerintah.

“Ini tentu menimbulkan tanda tanya besar.
Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir, laporan APBN Kita hampir selalu dirilis tepat waktu sebagai bentuk keterbukaan pemerintah dalam mengelola keuangan negara,” kata Achmad

Lebih lanjut, Achmad juga kurang yakin jika alasan keterlambatan perilisan APBN bukan urusan teknis.

“Jika sekadar faktor teknis yang menyebabkan keterlambatan, mengapa hingga kini belum ada kejelasan terkait kapan laporan tersebut akan dipublikasikan?” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu.

Dengan adanya keterlambatan perilisan APBN Kita ini, Ahmad justru mengkhawatirkan kondisi penerimaan negara tidak sesuai target pemerintah.

Dalam laporan APBN 2024, pendapatan negara dari sektor perpajakan dan non-pajak mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi global dan melemahnya harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit.

“Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, ini bisa menjadi alasan mengapa pemerintah menunda rilis data APBN. Publikasi laporan yang menunjukkan penurunan pendapatan bisa berdampak pada sentimen negatif di pasar keuangan dan mengurangi kepercayaan investor,” ucapnya.

Selain itu, Ahmad juga menilai kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa berdampak serius bagi ekonomi nasional.

Sebagai infomrasi, investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.

Oleh karenanya, jika laporan APBN Kita terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang kemudian dapat memicu berbagai dampak negatif.

Salah satu dampak utamanya adalah meningkatnya ukuran statistik yang menggambarkan perubahan harga aset keungan dalam periode tertentu (volatilitas) di pasar keuangan.

Investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara cenderung bersikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya.

“Ini bisa menyebabkan aliran modal keluar (capital outflow) yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan,” tuturnya.

Comment