RUU Perampasan Aset Kembali Tertunda, Pakar Hukum Pertanyakan Komitmen DPR

Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji, menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset membutuhkan kesepakatan politik antara DPR dan pemerintah agar dapat masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar, menyayangkan lambannya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset oleh DPR RI. Menurutnya, jika disahkan, UU ini dapat memperkuat kekuasaan negara dalam merampas aset hasil tindak pidana tanpa harus melalui proses peradilan konvensional.

“RUU ini dimaksudkan untuk merampas aset yang merupakan hak negara, yang dikuasai secara melawan hukum. Tidak ada alasan DPR menunda pembahasannya bila benar-benar berpihak pada kepentingan negara dan rakyat,” tegas Fickar, Rabu (7/5/2025).

Baca Juga: Presiden Prabowo Ditantang Ada Kompromi Moral di RUU Perampasan Aset

Namun, Ketua DPR RI Puan Maharani menyebut, pembahasan RUU Perampasan Aset masih tertunda karena DPR sedang memprioritaskan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Puan menegaskan bahwa proses legislasi harus dilakukan secara hati-hati dan melalui mekanisme yang sesuai.

Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, menyampaikan pesimismenya. Ia mencatat bahwa RUU ini telah diajukan sejak era Presiden SBY dan berulang kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2012, namun tak kunjung disahkan.

“RUU ini selalu mandek di DPR. Bahkan setelah diajukan kembali oleh Mahfud MD saat menjabat Menko Polhukam, tetap tak ada kemajuan. Rakyat pasti bertanya-tanya, siapa yang sebenarnya takut RUU ini disahkan?” ujar Hardjuno.

Baca Juga: Prabowo Tegaskan Dukungan RUU Perampasan Aset: Koruptor Harus Diberi Efek Jera

Ia mengingatkan bahwa penundaan ini berdampak langsung terhadap lambannya pemulihan aset negara dari tindak pidana korupsi, yang sejatinya bisa digunakan untuk membiayai program-program pro-rakyat.

RUU ini terakhir diajukan pemerintah ke DPR melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023, namun belum juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.

Comment