Presiden Prabowo Ditantang Ada Kompromi Moral di RUU Perampasan Aset

Kami ingin mereka pulang ke tanah air mereka dengan selamat, sehat, dan terdidik.

Foto Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. (foto:dok)

Jakarta, Netral.co.id Pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, mengkritik Pernyataan Prabowo yang geram akan praktek korupsi, namun tidak serius dalam menangani RUU perampasan aset.

Hardjuno, menyoroti sikap Presiden yang dinilainya kurang tegas karena menyinggung aspek keadilan bagi keluarga pelaku korupsi seperti anak dan istri, serta pembatasan pada perampasan aset yang diperoleh sebelum menjabat.

“Di satu sisi Presiden geram, di sisi lain beliau justru mulai masuk ke ruang kompromi moral. Ketika bicara soal anak-istri pelaku korupsi, kita memang harus adil. Tapi bukan berarti kita kehilangan ketegasan,” ujarnya, Kamis (10/4/2025).

Baca Juga: RUU TNI Sudah Di Meja Presiden RI, Lampu Hijau Dari Prabowo

Menurutnya, Pengesahan RUU Perampasan Aset memberi wewenang lebih besar kepada lembaga penegak hukum untuk mempercepat proses perampasan aset serta meningkatkan transparansi dalam pengelolaan aset negara.

Namun, menurut Hardjuno, kemarahan saja tidak cukup. “Tidak cukup dengan amarah, tapi tunjukkan keseriusan dengan mengesahkan RUU itu,” lanjutnya.

Pernyataan tersebut muncul sebagai respons atas pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan sejumlah Pemimpin Redaksi di Hambalang pada Minggu (6/4/2025). Dalam pertemuan itu, Presiden mengekspresikan kemarahannya terhadap praktik korupsi yang merajalela.

Baca Juga: Presiden RI Prabowo Subianto Ingatkan TNI-Polri; Kita Semua Digaji Oleh Rakyat

Ia juga menegaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai langkah konkret memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan meningkatkan kepercayaan publik dan mempercepat pemulihan aset negara.

“Urgensi pengesahan RUU ini sangat penting mengingat kelemahan regulasi saat ini yang menghambat pemulihan aset negara dan memberikan peluang bagi koruptor untuk menyembunyikan kekayaannya,” ujarnya.

Hardjuno menambahkan, pengesahan RUU Perampasan Aset akan menutup celah hukum yang kerap dimanfaatkan pelaku kejahatan ekonomi.

RUU ini mengusung pendekatan non-conviction based asset forfeiture, yang memungkinkan negara merampas aset tanpa menunggu putusan pidana, selama bisa dibuktikan sebagai hasil kejahatan.

“RUU ini harus ditegakkan dengan prinsip kehati-hatian, pengawasan ketat, dan mekanisme hukum yang adil. Kita tidak boleh gegabah. Tapi jangan pula takut mengambil langkah hanya karena ada risiko,” tegasnya.

Menurutnya, keberanian negara dalam menindak korupsi menjadi cermin keberanian moral bangsa.

RUU Perampasan Aset bukan hanya soal hukum, ini soal keberanian moral. Kita tidak bisa lagi membiarkan koruptor hidup mewah dan anak cucunya menikmati hasil kejahatan,” pungkasnya.

Comment