Premanisme Ormas Ancam Investasi: Subang Cuma Puncak Gunung Es

Harapan menjadikan Subang sebagai pusat industri otomotif masa depan Indonesia kini terancam oleh ulah segelintir kelompok berkedok organisasi masyarakat (Ormas).

Ormas merupakan legalitas kelembagaan, sementara memuat anggota gengster. (Foto: Netral.co.id/F.R)

Jakarta, Netral.co.id – Harapan menjadikan Subang sebagai pusat industri otomotif masa depan Indonesia kini terancam oleh ulah segelintir kelompok berkedok organisasi masyarakat (Ormas). Dua investor besar mobil listrik dunia PT Build Your Dream (BYD) dari Tiongkok dan VinFast dari Vietnam dilaporkan terganggu saat membangun pabrik bernilai triliunan rupiah akibat intimidasi dari kelompok lokal.

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menyampaikan kekhawatiran ini usai kunjungannya ke Shenzhen, Tiongkok. “Ada Ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Pemerintah harus tegas menangani masalah seperti ini,” ujarnya, Minggu (20/4/2025).

Hal serupa dialami VinFast. Ketua Umum Periklindo Moeldoko mengonfirmasi pihaknya sudah membantu komunikasi dengan pemerintah daerah setempat untuk menyelesaikan gangguan yang ditimbulkan oleh pihak nonformal.

Premanisme Bergaya Proposal dan Silaturahmi Otot

Gangguan terhadap investasi bukan hanya terjadi di Subang. Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, menyebut praktik premanisme di kawasan industri telah menjadi fenomena laten. Modusnya beragam mulai dari mengirim proposal kosong, memaksa ikut proyek jasa keamanan dan logistik, hingga intimidasi terselubung dengan klaim “ikut membantu kelancaran proyek”.

Baca Juga: Andi Amar Ma’ruf Sulaiman Kecam Tindakan Ormas Bakar Mobil Polisi

“Jelang Lebaran, mereka juga minta jatah THR, padahal pegawai pabrik belum tentu dapat,” ujar Sanny. Bahkan, ada pabrik yang kontainernya disegel atau aksesnya diblokade, memaksa investor mengadu langsung ke Presiden atau BKPM demi jaminan keamanan.

Bayang-bayang Shadow Economy dan Kerugian Triliunan

Tak sekadar mengganggu, aksi premanisme ini menimbulkan kerugian yang sangat besar. Menurut perhitungan PPATK, aktivitas kelompok informal seperti Ormas yang menyalahgunakan kekuasaan masuk dalam kategori shadow economy yang nilainya mencapai 8,3–10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan PDB Indonesia saat ini menyentuh Rp22.000 triliun, potensi kerugian akibat gangguan semacam ini bisa menembus ratusan triliun rupiah.

“Kerugian bukan cuma uang yang keluar, tapi juga yang tak jadi masuk karena investor batal masuk,” tegas Sanny.

Kerugian itu mencakup hilangnya lapangan kerja potensial, devisa, ekspor, serta penerimaan pajak yang bisa digunakan untuk membiayai layanan publik.

Solusi Tak Cukup Sekadar Mendinginkan Suasana

Sayangnya, selama ini respons pemerintah dinilai hanya berorientasi pada pendinginan suasana ketimbang menyelesaikan akar masalah. Kepala daerah sibuk promosi investasi, namun lalai melindungi eksekusi di lapangan.

Pemerintah perlu bertindak tegas. Ormas yang menyimpang harus dicabut izin hukumnya. Dibentuk pula Satgas Anti-Premanisme Investasi yang diberi kewenangan untuk bertindak cepat terhadap intimidasi ekonomi.

Selain pendekatan hukum, solusi sosial juga wajib hadir. Warga lokal perlu diberdayakan agar tidak menjadi simpatisan Ormas liar. Mereka harus dilibatkan dalam ekosistem industri melalui pelatihan, akses usaha, hingga penataan sosial yang adil.

Awas, Indonesia Jadi “Horror Story” Bagi Investor

Jika dibiarkan, Indonesia berisiko menjadi cerita horor bagi investor global. Negeri ini bisa dipersepsikan bukan sebagai negara demokrasi yang menjunjung hukum, melainkan negara semi-feodal yang dikuasai oleh “raja-raja kecil” beratribut Ormas.

Saatnya pemerintah mengakhiri kompromi dan mulai menegakkan aturan secara menyeluruh. Jika tidak, industri nasional hanya akan jadi ladang peras bagi pencari untung instan dan masa depan ekonomi hijau Indonesia terancam karam sebelum berlayar.

Comment