Jakarta, Netral.co.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan salah satu penyebab utama banyaknya kasus Sertifikat Hak Milik (SHM) ganda di Indonesia.
Menurut Nusron, permasalahan ini berakar dari kelemahan sistem administrasi pertanahan pada masa lalu, khususnya dalam penerbitan sertifikat tanah antara tahun 1960 hingga 1987.
Ia menjelaskan bahwa sertifikat yang dikeluarkan pada periode tersebut umumnya tidak dilengkapi dengan peta bidang tanah atau peta kadastral yang jelas.
“Dulu, sertifikat tanah hanya berisi gambar bidang tanah tanpa mencantumkan batas jalan atau lokasi secara spesifik. Alamatnya pun tidak dicantumkan secara rinci,” ujar Nusron dalam konferensi pers usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Akibat minimnya informasi tersebut, pemilik tanah sering kali hanya mengandalkan ingatan atau keyakinan pribadi dalam menentukan lokasi tanahnya.
Hal ini semakin parah ketika tanah diwariskan kepada generasi berikutnya tanpa bukti kepemilikan yang jelas, sehingga berpotensi disertifikatkan ulang oleh pihak lain.
“Masalah ini banyak terjadi pada tanah yang sertifikatnya diterbitkan pada periode 1960–1987. Seiring waktu, saat pemilik asli meninggal dan tanah diwariskan ke ahli warisnya, sering kali tanah tersebut telah bersertifikat atas nama pihak lain,” jelasnya.
Namun, Nusron menegaskan bahwa sejak 1987, penerbitan sertifikat tanah di Indonesia telah dilengkapi dengan peta bidang tanah dan alamat yang lebih terperinci.
Ia juga menyarankan agar pemilik tanah yang masih menggunakan dokumen lama, seperti Letter C dan dokumen klasik lainnya, segera memperbaruinya guna mencegah resiko kepemilikan ganda di masa mendatang.
“Untuk menghindari persoalan di kemudian hari, sebaiknya masyarakat segera memperbarui dokumen kepemilikan mereka dengan sertifikat yang sudah memiliki peta bidang tanah resmi,” tutupnya.
Comment