Mahasiswi ITB Terancam 6 Tahun Penjara Pasca Unggah Meme Prabowo-Jokowi Ciuman

Presiden ke-7 RI Joko Widodo saat cium tangan Presiden Ke-5 RI Megawati Sukarnoputri, di acara DPP PDI Perjuangan.

Presiden ke-7 RI Joko Widodo saat cium tangan Presiden Ke-5 RI Megawati Sukarnoputri, di acara DPP PDI Perjuangan. (Foto: Dok Istimewa).

Jakarta, Netral.co.id – Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah unggahan meme bergambar Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo tengah berciuman menjadi viral di media sosial.

Meme yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) itu diunggah melalui akun X (sebelumnya Twitter) miliknya, @reiayanyami.

Polisi menetapkan SSS sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman hingga enam tahun penjara.

“Sudah (ditetapkan sebagai tersangka),” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Sabtu 10 Mei 2025.

Mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB itu ditangkap di tempat indekosnya di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, pada Selasa 6 Mei 2025 dan kini ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri. Pihak penyidik masih mendalami motif dan konteks dari unggahan tersebut.

Baca Juga : Intip Kemesraan dan Rencana Politik Presiden Prabowo dan Jokowi

Kasus ini mencuat setelah akun X @MurtadhaOne1 menginformasikan penangkapan tersebut, disusul unggahan dari akun @bengkeldodo yang menampilkan foto seorang perempuan mengenakan almamater ITB dan gambar meme yang dimaksud.

Pihak ITB, melalui Kepala Biro Humas Nurlaela Arief, menyatakan bahwa orangtua SSS telah menemui pihak kampus dan menyampaikan permintaan maaf. ITB juga memastikan bahwa pendampingan terhadap mahasiswa tetap diberikan, serta telah berkoordinasi dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM).

Ketua Keluarga Mahasiswa ITB, Farell Faiz, membenarkan penangkapan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya terus mendampingi proses hukum yang berjalan.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai penetapan tersangka terhadap SSS tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru.

Mengacu pada putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024, ia menegaskan bahwa penghinaan terhadap lembaga tidak dapat dijadikan dasar pemidanaan.

“Prabowo mewakili lembaga kepresidenan, Jokowi pun dianggap sebagai mantan presiden. Maka, secara hukum, tidak dapat diajukan atas dasar penghinaan personal. Jika memang ada pencemaran nama baik, semestinya pelaporan dilakukan langsung oleh yang bersangkutan,” ujar Abdul Fickar.

Ia juga menilai bahwa langkah Polri dalam penangkapan ini terkesan politis dan tidak mencerminkan pemahaman yang tepat terhadap putusan MK.

Comment