Netral.co.id, Makassar – Pakar hukum dari Universitas Hasanuddin, Prof. Amir Ilyas, menilai gugatan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, M. Ramdhan “Danny” Pomanto dan Azhar Arsyad (DIA), ke Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi tidak dilanjutkan ke tahap pembuktian. Gugatan tersebut dinilai lemah, baik dari segi dalil maupun tuntutan yang diajukan.
Menurut Prof. Amir, salah satu kelemahan terletak pada inkonsistensi antara posita (dasar gugatan) dan petitum (tuntutan).
Ia mencontohkan dalil terkait dugaan tanda tangan palsu di daftar hadir pemilih (DHPT), yang dipaparkan pasangan DIA dan ditanggapi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel dalam sidang di MK.
“Jika kita telaah permohonan gugatan, terdapat ketidakjelasan dalam posita. Gugatan ini mendalilkan adanya pelanggaran di lebih dari 1.000 TPS, tetapi klaim tersebut tidak konsisten. Di Makassar, misalnya, disebutkan ada pelanggaran di 39 TPS, padahal hanya terjadi di satu TPS dengan 27 pemilih,” jelas Amir.
Ia juga mengkritisi ketidakhadiran rincian jumlah TPS di 19 kabupaten yang disebutkan dalam gugatan.
Bahkan jika seluruh suara di 39 TPS diberikan kepada pasangan DIA, selisih suara dengan pasangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi tetap tidak terlampaui.
“Kalaupun seluruh suara di 39 TPS diberikan kepada Danny Pomanto, selisih suara yang hampir mencapai 1,5 juta tetap tidak akan berubah signifikan. Dengan demikian, gugatan ini sulit dilanjutkan ke tahap pembuktian,” ujarnya.
Amir menilai tuntutan pasangan DIA, termasuk pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Sulsel dan diskualifikasi pasangan Andi Sudirman-Fatmawati karena dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), sebagai hal yang tidak logis.
“Permintaan PSU di seluruh wilayah Sulsel dan diskualifikasi pasangan pemenang sangat tidak masuk akal. Dalil TSM yang diajukan tidak memiliki dasar yang kuat,” tambahnya.
Terkait tuduhan penyalahgunaan alat mesin pertanian (alsintan) dan pupuk dalam Pilkada Sulsel, Amir menjelaskan bahwa program tersebut merupakan proyek nasional yang berlaku di seluruh Indonesia, bukan hanya di Sulsel.
“Program alsintan dan pupuk adalah kebijakan nasional. Semua daerah mendapatkannya, dan distribusi terbesar justru terjadi di Sidrap,” tegasnya.
Prof. Amir menyimpulkan bahwa gugatan pasangan DIA memiliki peluang kecil untuk dikabulkan. Selain selisih suara yang signifikan, dalil yang diajukan dianggap tidak relevan dan tidak berdampak pada hasil Pilkada.
“Secara hukum, gugatan ini sulit untuk dibuktikan. Ada kontradiksi antara posita dan petitum, sehingga peluangnya untuk diterima MK sangat kecil,” pungkasnya.
Comment