Jakarta, Netral.co.id – Usulan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) dari APBN hingga 10 kali lipat memicu polemik di Senayan dan publik luas. Di tengah tuntutan transparansi keuangan dan pencegahan korupsi politik, wacana ini menjadi pedang bermata dua: antara kebutuhan ideal membangun demokrasi yang sehat dan kemampuan fiskal negara yang terbatas.
Anggota Komisi II DPR RI Ujang Bey menjadi salah satu yang mengkritisi usulan tersebut.
“Apakah negara sanggup memberikan Rp10.000 per suara sah? Ini perlu kajian mendalam,” ujarnya saat ditemui di kompleks parlemen, Minggu (25/5/2025).
Menurut Ujang, meski kemungkinan besar partai-partai telah melakukan kalkulasi internal atas kebutuhan dana mereka, tetap harus dipertimbangkan beban APBN yang kini berada dalam masa pengetatan pasca-pandemi dan proyek pembangunan besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN).
Antara Korupsi Politik dan Ketergantungan Oligarki
Usulan kenaikan dana berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang menyatakan bahwa bantuan dana sebesar Rp1.000 per suara sah yang berlaku saat ini, sangat minim untuk operasional partai.
“Idealnya paling tidak Rp10 ribu per suara. Sekarang kan cuma Rp1.000,” kata Mahfudz Abdurrahman, Bendahara Umum PKS.
Tak hanya kenaikan dana, Mahfudz juga melempar wacana agar partai politik diberi izin membentuk badan usaha legal, seperti di banyak negara demokrasi lainnya. Tujuannya: mengurangi ketergantungan pada sumbangan dari pengusaha dan mengikis dominasi oligarki.
Baca Juga: Partai Politik atau Peternakan Keluarga?
“Kalau partai bisa berbisnis, itu bisa memperkecil dominasi uang-uang gelap dalam politik dan menjauhkan partai dari sumber dana koruptif,” ujarnya.
Puan Maharani: Jangan Abaikan Keseimbangan APBN
Ketua DPR RI Puan Maharani tak menutup mata atas urgensi pendanaan politik yang sehat. Menurutnya, negara memang perlu hadir untuk menopang demokrasi yang tidak dikuasai uang.
“Ini patut dipertimbangkan agar mencegah partai dari perilaku korupsi,” ucap Puan.
Namun ia mengingatkan, langkah tersebut harus mempertimbangkan kondisi anggaran negara dan tidak bisa tergesa-gesa. Terlebih, saat ini pemerintah sedang melakukan efisiensi di berbagai sektor.
“Apakah anggaran APBN-nya mencukupi, apakah bisa dilakukan dengan cepat? Kita lihat dulu kajiannya,” katanya.
Catatan Demokrasi dan Fakta Regulasi
Dalam PP No. 1 Tahun 2018, bantuan dana kepada parpol yang mendapat kursi di DPR ditetapkan sebesar Rp1.000 per suara sah untuk tingkat pusat dan Rp1.200 untuk tingkat provinsi/kabupaten/kota. Sementara itu, laporan keuangan parpol masih kerap mendapat catatan merah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), baik dari sisi akuntabilitas maupun transparansi penggunaan.
Menimbang Langkah ke Depan
Apakah solusi peningkatan dana publik bisa menjadi jawaban atas persoalan keuangan partai dan korupsi politik?
Para pengamat politik menilai, kenaikan bantuan negara hanya akan efektif jika dibarengi dengan penguatan akuntabilitas dan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan dana. Jika tidak, publik hanya akan membiayai partai yang tetap mengandalkan “uang luar” untuk bermain dalam demokrasi elektoral.
Seorang pengamat menyebut, “Jangan sampai negara malah disandera partai, sementara partai masih dikuasai elit yang enggan transparan.”
Comment