Jakarta, Netral.co.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru diluncurkan pemerintah menuai kritik dari berbagai kalangan. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Roy Valiant Salomo, menilai wajar bila program tersebut masih menghadapi sejumlah persoalan serius.
“Ada beberapa penyebab munculnya berbagai masalah. Pertama, perencanaan aksinya (action plan) kurang matang. Kedua, pengawasan dan monitoring masih lemah,” ujar Roy, dilansir Netral.co.id dari inilah.com ,Senin (28/4/2025).
Baca Juga: Wapres JK Kritik Program MBG Pemerintahan Prabowo-Gibran
Selain itu, Roy menyoroti lemahnya manajemen pengelolaan dan tata kelola program yang menyerap anggaran besar tersebut.
“Menurut saya, empat aspek itu perlu segera diperbaiki. Jika diperbaiki, kinerja program MBG bisa meningkat. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) dan jajarannya harus bekerja lebih keras,” tegasnya.
Meski banyak persoalan, Roy tidak menyarankan program ini dihentikan.
“Wah, jangan dihentikan. Ini ibarat mau menangkap tikus di lumbung, masa lumbungnya yang dibakar,” ujarnya.
Senada dengan Roy, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio juga menyoroti pelaksanaan MBG. Namun, ia menyarankan program ini dihentikan sementara untuk dievaluasi total.
“Setop dulu, evaluasi menyeluruh, lalu buat aturan yang jelas terkait keterlibatan pemerintah daerah, swasta, UMKM, dan publik,” tegas Agus.
Baca Juga: Aliyah Mustika Ilham: Pemkot Makassar Siap Wujudkan MBG Tepat Sasaran
Agus menilai MBG sebagai program yang baik secara konsep, tetapi pelaksanaannya terkesan tergesa-gesa dan tidak berbasis regulasi yang kuat.
“MBG ini tidak jelas dasar hukumnya. Hanya mengandalkan perpres kepada kepala BGN. Ini berpotensi menjadi sumber korupsi yang sulit dilacak karena menyangkut makanan. Bagaimana mengaudit? Mau hitung berapa tauge yang dibeli dan dimakan?” kritiknya.
Ia juga mengingatkan pentingnya keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menjamin kualitas makanan yang disajikan dalam program MBG.
“Kalau salah bumbu atau ada alergi, dampaknya bisa fatal. Sudah ada kasus keracunan, bahkan berpotensi menyebabkan kematian. Ini tanggung jawab besar,” pungkas Agus.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BGN belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan evaluasi tersebut.
Comment