Subang, Netral.co.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung melayangkan kritik tajam terhadap aparat kepolisian atas penangkapan 21 suporter Persikas Subang yang terjadi pada Rabu malam, 28 Mei 2025, dalam acara “Nganjang Ka Warga” yang dihadiri Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Penangkapan itu dilakukan setelah para suporter membentangkan spanduk bertuliskan “Selamatkan Persikas”, sebagai bentuk penolakan terhadap dugaan pemindahan atau penjualan klub sepak bola kebanggaan warga Subang.
Direktur LBH Bandung, Heri Pramono, menyebut tindakan aparat sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan pembungkaman ruang demokrasi.
“Aparat bertindak represif terhadap ekspresi damai anak-anak muda yang menyuarakan keresahan mereka. Sementara Gubernur justru menyampaikan pernyataan yang tak mencerminkan etika kepemimpinan,” kata Heri dalam keterangan tertulis, Minggu 1 Juni 2025.
LBH mencatat, 21 suporter ditangkap sekitar pukul 22.00 WIB dan dibawa ke Polsek Ciasem untuk diperiksa hingga dini hari. Tiga di antaranya diduga masih di bawah umur dan tidak mendapatkan pendampingan hukum. Sejumlah saksi menyebut para suporter dipaksa mengakui hal-hal yang tidak mereka lakukan.
Beredar pula foto-foto yang menunjukkan para suporter duduk berjongkok tanpa baju di hadapan aparat, yang menimbulkan kekhawatiran akan perlakuan tidak manusiawi.
Keesokan harinya, 29 Mei, belasan suporter kembali dijemput oleh petugas dari Unit Jatanras Satreskrim Polres Subang tanpa surat penangkapan resmi. Mereka diminta menandatangani dokumen tanpa penjelasan, dan ponsel mereka disita serta diminta dibuka secara paksa.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa langkah tersebut diambil menindaklanjuti laporan panitia acara, dengan dalih untuk mengusut pihak yang dianggap bertanggung jawab atas aksi bentangan spanduk.
LBH menegaskan, tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan justru mengancam prinsip negara hukum serta perlindungan hak asasi warga negara.
LBH juga menyoroti pernyataan Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai tidak etis, karena menyatakan akan melacak rumah dan sekolah para suporter yang terlibat.
“Ini bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Seorang pemimpin seharusnya membuka ruang kritik, bukan menciptakan ketakutan,” tegas Heri.
LBH Bandung menilai bahwa tindakan para suporter merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi, yakni Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, Pasal 19 DUHAM, serta Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005.
“Selama tidak memuat kekerasan atau ujaran kebencian, ekspresi seperti membentangkan spanduk adalah sah dan tidak boleh dibatasi tanpa dasar hukum,” tambah Heri.
LBH mendesak agar Polres Subang dan pihak terkait bertanggung jawab atas prosedur penangkapan yang dinilai sewenang-wenang. Mereka juga meminta evaluasi menyeluruh terhadap praktik aparat penegak hukum dalam merespons aksi sipil yang damai.
Comment