Paparan Gawai Sebabkan Gangguan Penglihatan Serius pada Anak, Dokter: Perlu Deteksi Dini

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi gangguan penglihatan pada anak usia sekolah 5–19 tahun diperkirakan mencapai 10 persen.

Ketahui sebab sakit mata pada anak usia dini dan cara mengatasinya. (Foto: Dok Alodokter)

Jakarta, Netral.co.id – Paparan gawai (teknologi/HP/Laptop/PC) secara berlebihan menjadi salah satu faktor utama penyebab gangguan penglihatan pada anak.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, prevalensi gangguan penglihatan pada anak sekolah usia 5–19 tahun diperkirakan mencapai 10 persen. Bahkan, tidak sedikit anak usia 5 tahun sudah mengalami gangguan penglihatan serius.

Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, Dr. Gusti G Suardana, SpM(K), menegaskan bahwa gangguan penglihatan yang tidak terdeteksi sejak dini dapat berdampak jangka panjang.

“Gangguan penglihatan yang tidak terdeteksi dan tertangani dengan tepat pada masa balita dapat berdampak pada perkembangan belajar, sosialisasi, dan kualitas hidup anak hingga dewasa,” ujar Dr. Gusti di Jakarta, Rabu (16/4/2025).

Ia menambahkan, sistem penglihatan anak berkembang sangat pesat hingga usia 8 tahun.

Oleh karena itu, penanganan setelah periode kritis ini seringkali memberikan hasil yang kurang optimal, bahkan bisa bersifat permanen.

Myopia dan Gejala Lain Semakin Umum

Tim dokter dari Children’s Eye & Strabismus Center (CESC) JEC Kedoya, Ni Retno Setyoningrum, menyatakan bahwa kebiasaan menatap layar gawai setiap hari berdampak pada menurunnya kualitas penglihatan anak.

Ia menganjurkan agar orang tua membatasi waktu penggunaan gawai.

“Sebaiknya screen time pada anak dibatasi hanya 30 menit per hari. Untuk televisi, maksimal 3 jam sehari,” jelasnya.

Gejala yang sering muncul akibat paparan gawai antara lain mata berair, mata merah, mata sering berkedip, hingga rabun jauh atau myopia.

Untuk mencegah kelelahan mata, Dr. Gusti menyarankan teknik 20-20-20: “Setelah 20 menit menggunakan gawai, anak harus istirahat dengan melihat objek jauh selama 20 detik.”

Angka Disabilitas Penglihatan Anak Masih Mengkhawatirkan

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sekitar 0,6 persen anak Indonesia berusia di atas 1 tahun mengalami disabilitas penglihatan. Sebagian dari mereka bahkan memerlukan alat bantu visual.

Penyebab utama disabilitas penglihatan pada anak meliputi:

Kelainan refraksi yang tidak dikoreksi

Retinopati prematuritas (ROP)

Katarak

Kelainan okular bawaan

Jaringan parut pada kornea

Gangguan penglihatan serebral

Indonesia sendiri berada di peringkat kelima dunia dalam jumlah persalinan prematur, dengan 657.700 kasus. Data dari 21 fasilitas kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 216 bayi prematur, 32 bayi mengalami ROP — kondisi yang dapat menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani.

Deteksi Dini Jadi Kunci

Dokter subspesialis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC, Dr. Hasiana Lumban Gaol, SpM, menyebut pentingnya skrining rutin penglihatan sejak dini.

“Pemeriksaan rutin setiap 6–12 bulan sekali perlu dilakukan, terutama bagi anak usia sekolah. Faktor risiko seperti kelahiran prematur, riwayat keluarga, dan nutrisi juga harus menjadi perhatian,” ujarnya.

Para ahli sepakat bahwa intervensi dini dan peran aktif orang tua sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang dari gangguan penglihatan.

Comment