Makassar, Netral.co.id – Kehadiran Huadi Group di Kabupaten Bantaeng menjadi motor penggerak industri di daerah tersebut. Kendati demikian, perjalanan investasi ini menghadapi tantangan, terutama terkait penataan kawasan industri yang belum sepenuhnya sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Direktur PT Huadi Bantaeng Industry Park (HBIP) Lily Dewi Candinegara, menegaskan bahwa Huadi group hadir atas undangan pemerintah daerah yang menawarkan kawasan industri seluas 3.000 hektare.
Namun, pada kenyataannya, kawasan tersebut masih dihuni oleh masyarakat dan terdapat aktivitas pertanian, yang seharusnya tidak terjadi dalam kawasan industri.
“Seingat saya, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) telah diakui oleh ATR/BPN di pusat. Beberapa kali kami juga sudah melakukan penggantian dana untuk masyarakat yang terdampak,” ungkap Lily.
Ia menambahkan bahwa perusahaan telah mengalokasikan dana Rp2 miliar untuk pergantian masyarakat, meskipun belum ada penelitian yang membuktikan dampak langsung dari aktivitas industri terhadap mereka.
Sebagai bentuk kepedulian, Huadi group juga telah bekerja sama dengan TNI untuk memperbaiki rumah warga yang terdampak. Namun, Lily menekankan bahwa dukungan terhadap kawasan industri sangat diperlukan agar keberlangsungan usaha dan tenaga kerja dapat terjaga.
Saat ini, sekitar 3.000 karyawan bergantung pada operasional Huadi Group, dan beberapa waktu lalu, perusahaan bahkan telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sejumlah pekerja.
“Dampak terhadap pendapatan daerah juga harus dipertimbangkan. Jika tidak ada regulasi yang jelas dan solusi yang menguntungkan semua pihak, maka industri akan semakin tergerus,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulawesi Selatan, Ir. Andi Hasbi, M.T., menyatakan bahwa hasil uji laboratorium udara menunjukkan adanya kandungan SO2 dan CO.
Namun, belum ada penelitian atau jurnal ilmiah yang membuktikan bahwa kedua zat tersebut menjadi penyebab kematian tanaman padi di sekitar kawasan industri.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulsel, Ahmadi Akil, menjelaskan bahwa meskipun kawasan industri Bantaeng memiliki luas 3.000 hektare, saat ini baru 400 hektare yang memiliki izin usaha kawasan industri (UKI) dan dikelola oleh Huadi.
“Selebihnya belum keluar izin karena belum memenuhi standar kawasan industri. Jika ada industri yang beroperasi di luar 400 hektare tersebut, maka itu tidak sesuai aturan,” tegas Ahmadi.
Ia juga menekankan bahwa seharusnya Pemerintah Kabupaten Bantaeng turut hadir dalam rapat ini, mengingat kawasan industri tidak akan ada tanpa fasilitasi dari pemerintah daerah.
Dengan berbagai tantangan yang ada, para pemangku kepentingan diharapkan dapat mencari solusi bersama agar investasi dan kepentingan masyarakat dapat berjalan beriringan.
Kejelasan regulasi, dukungan infrastruktur, serta komunikasi yang baik antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat menjadi kunci dalam menyelesaikan persoalan ini.
Comment