Catatan Kelam Demokrasi Korea Selatan Usai MK Makzulkan Presiden Yoon Suk-yeol

Proses pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, di Kantor Mahkamah Konstitusi Korea Selatan.

Proses pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol, di Kantor Mahkamah Konstitusi Korea Selatan. (Foto: Rok Istimewa).

Seoul, Netral.co.id – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, secara resmi dicopot dari jabatannya setelah Mahkamah Konstitusi dengan suara bulat mengesahkan pemakzulan yang sebelumnya diajukan oleh parlemen.

Keputusan ini merupakan buntut dari kebijakan Yoon yang memberlakukan darurat militer pada Desember lalu, yang dinilai melanggar konstitusi dan mengancam stabilitas demokrasi.

Dalam putusan yang dibacakan langsung oleh penjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, Moon Hyung-bae, pengadilan menyatakan bahwa tindakan Yoon dalam mengerahkan pasukan ke Majelis Nasional guna mencegah parlemen membatalkan dekrit darurat militernya adalah pelanggaran serius terhadap hukum negara.

“Manfaat melindungi konstitusi dengan memberhentikan terdakwa jauh lebih besar dibandingkan kerugian nasional akibat pemberhentian presiden,” ujar Moon dalam sidang yang disiarkan secara langsung.

Dengan keputusan ini, Korea Selatan diwajibkan menggelar pemilihan presiden dalam waktu 60 hari untuk memilih pengganti Yoon, dengan estimasi pemungutan suara akan berlangsung pada 3 Juni 2025.

Baca Juga : Mahkamah Konstitusi Makzulkan Presiden Yoon Suk Yeol

Reaksi dari berbagai pihak pun bermunculan. Partai yang berkuasa, People Power Party, menyatakan bahwa mereka menerima putusan ini dengan sikap rendah hati. Sementara itu, oposisi dari Partai Demokrat menyambutnya sebagai “kemenangan rakyat.”

Pemakzulan Yoon menandai momen bersejarah dalam politik Korea Selatan, menjadikannya presiden kedua dalam sejarah negara tersebut yang dicopot melalui proses hukum setelah Park Geun-hye pada 2017.

Keputusan ini juga dinilai sebagai bukti ketahanan demokrasi Korea Selatan di tengah tantangan politik yang berat.

Comment