Lambannya Penanganan Kasus Korupsi KUR BNI Rp39 Miliar: Cermin Retaknya Integritas Penegakan Hukum di Daerah

Wacana pemekaran Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) kembali menggema, kali ini dengan embusan angin segar dari Kemendagri yang menyebut Sumbawa masuk dalam daftar 32 calon daerah otonomi baru (DOB) yang layak dimekarkan.

Aktivis muda sekaligus Mahasiswa Pascasarjana di Universitas Hasanuddin. (Foto: Netral.co.id/F.R)

Ditulis Oleh: Tuafikurrahman, Mahasiswa Pascasarjana Unhas, Jurusan Ilmu Pemerintahan

Netral.co.id – Kasus dugaan korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BNI sebesar Rp39 miliar yang menyeret nama-nama politisi dan pegawai bank di Bima, Nusa Tenggara Barat, seolah menjadi etalase suram wajah penegakan hukum di daerah. Sudah hampir tiga tahun sejak pertama kali diungkap pada 2022, namun hingga hari ini, publik belum mendengar kabar penetapan satu pun tersangka, meskipun audit kerugian negara oleh BPKP telah rampung.

Ketertundaan yang mencolok ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada komitmen serius dari penegak hukum untuk menyelesaikan perkara ini secara tuntas? Ataukah prosesnya tersandera oleh tekanan politik, tarik ulur kepentingan, dan kelemahan koordinasi lintas lembaga?

Dalam catatan publik, Polres Bima Kota telah memeriksa lebih dari 1.600 nasabah, tiga anggota DPRD Kabupaten Bima, dan sejumlah pegawai BNI yang diduga terlibat. Namun penyelidikan yang masif ini belum berujung pada akuntabilitas. Padahal, dalam prinsip penegakan hukum, kecepatan dan ketegasan dalam menetapkan pelaku adalah kunci menjaga kepercayaan publik.

Baca Juga: Bank NTB Syariah Diterpa Isu Kredit dan Proyek Bermasalah, Desakan Reformasi Menguat

Lebih memprihatinkan lagi, mutasi Kasatreskrim dan pergantian Kapolres di tengah jalan justru memperkuat kesan adanya intervensi yang menyusup dalam proses hukum. Bukannya menjawab keraguan publik, rotasi ini malah melahirkan spekulasi baru tentang kemungkinan adanya tekanan dari aktor-aktor kuat yang berkepentingan mengaburkan jejak kasus ini.

Sebagai bentuk korupsi yang menyasar program pro-rakyat, kasus ini bukan sekadar soal penyimpangan dana. Ia adalah pengkhianatan terhadap jutaan pelaku usaha kecil yang seharusnya mendapatkan dukungan modal lewat program KUR. Korupsi KUR sama dengan merampas harapan ekonomi masyarakat kecil. Jika penegakan hukumnya lamban, maka negara gagal melindungi warga yang paling rentan.

Baca Juga: Tangan Bocah Nyaris Diamputasi, Polisi Masih Diam?

Sudah saatnya Kepolisian, dalam hal ini Polres Bima Kota, menyadari bahwa kasus ini telah menjadi tolok ukur kredibilitas institusi. Jika kasus sebesar ini dibiarkan tanpa arah dan kepastian hukum, maka jangan heran jika publik semakin kehilangan kepercayaan terhadap institusi penegak hukum.

Penegakan hukum tidak cukup hanya berbekal jargon netral dan profesional. Ia harus diwujudkan dalam tindakan yang konkret, cepat, dan berani menantang kekuasaan yang menyimpang. Polres Bima Kota masih punya waktu—tetapi tidak banyak. Ketegasan mereka dalam menyelesaikan kasus ini akan menentukan apakah keadilan masih mungkin ditegakkan, atau justru tenggelam dalam kompromi dan pembiaran.

Comment