Jakarta, Netral.co.id – Skandal dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) di tubuh PT Pertamina (Persero) terus menjadi sorotan publik.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah, termasuk dua direktur utama anak usaha Pertamina, yaitu PT Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina International Shipping.
Salah satu modus yang menjadi perhatian adalah dugaan impor BBM dengan Research Octane Number (RON) 90 setara Pertalite yang kemudian dijual sebagai BBM RON 92 atau Pertamax, dengan selisih harga yang lebih tinggi.
Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap BBM Pertamina menurun drastis. Banyak konsumen yang beralih ke SPBU swasta, terutama Shell, yang identik dengan warna kuning dan logo kerangnya. Antrean panjang pun terlihat di berbagai SPBU Shell di sejumlah daerah.
Shell, Alternatif Baru bagi Konsumen
Shell merupakan perusahaan energi dan petrokimia global asal Inggris yang memiliki fokus bisnis di sektor hulu, gas terpadu, hilir, serta proyek dan teknologi.
Berdasarkan laman resmi Shell Indonesia, perusahaan ini memiliki sejarah panjang sejak tahun 1800-an, yang bermula dari bisnis keluarga Samuel bersaudara di Inggris.
Baca Juga : Mengenal 7 Perusahan dan Jabatan Tersangka Korupsi Minyak Mentah
Pada tahun 1907, Shell Transport and Trading Company bergabung dengan perusahaan asal Belanda, Royal Dutch, membentuk Royal Dutch Shell Group.
Saat ini, Shell Global dipimpin oleh Sir Andrew Mackenzie sebagai Chairperson dan Wael Sawan sebagai Chief Executive Officer (CEO).
Sementara di Indonesia, perusahaan ini dikelola oleh Ingrid Siburian sebagai Presiden Direktur dan Country Chair, serta Andri Pratiwa sebagai Direktur.
Shell Indonesia menandai sejarah penting dengan mendirikan SPBU pertamanya di Karawaci, Tangerang, menjadi perusahaan minyak internasional pertama yang terjun dalam bisnis ritel BBM setelah 40 tahun.
Dampak Skandal BBM Oplosan terhadap Pasar Energi
Kasus dugaan pengoplosan BBM ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap Pertamina.
Dengan total kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam tata kelola energi nasional.
Baca Juga : Kejagung Geledah Ditjen Migas dalam Kasus Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Konsumen yang semakin sadar akan kualitas BBM kini mencari alternatif yang lebih terpercaya.
Shell, dengan standar internasionalnya, menjadi pilihan utama di tengah ketidakpastian yang melanda pasar BBM domestik.
Meski demikian, Pertamina tetap berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola dan memastikan kualitas BBM tetap terjaga.
Perusahaan pelat merah ini juga terus berkoordinasi dengan Kejagung dalam penyelidikan kasus yang mengguncang industri migas nasional tersebut.
Comment