Menggugat Kejelasan Penegakan Hukum: Kasus Perusda Kapoda Rawi Dompu Jangan Dibiarkan Membusuk

Kasus dugaan korupsi dana operasional Perusda Kapoda Rawi Dompu tahun 2007–2023 kembali menjadi sorotan. Bukan karena pelaku utamanya telah ditetapkan sebagai tersangka atau karena ada perkembangan berarti dalam penyidikan, melainkan karena kasus ini seolah tenggelam dalam kelambanan dan pembiaran sistemik.

Aktivia muda berdarah Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Dompu, Sa'ban menggugat Kasus dugaan korupsi dana operasional Perusda Kapoda Rawi Dompu tahun 2007–2023. (Foto: Netral.co.id/F.R)

Dompu, Netral.co.id – Kasus dugaan korupsi dana operasional Perusda Kapoda Rawi Dompu tahun 2007–2023 kembali menjadi sorotan. Bukan karena pelaku utamanya telah ditetapkan sebagai tersangka atau karena ada perkembangan berarti dalam penyidikan, melainkan karena kasus ini seolah tenggelam dalam kelambanan dan pembiaran sistemik.

Aktivis pemuda Desa Manggeasi, Sa’ban (Gonto), menyuarakan keresahan publik atas mandeknya proses hukum yang seharusnya menjadi prioritas penegak keadilan di daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga penegak hukum tengah diuji.

Audit independen yang dilakukan oleh akuntan publik telah mengungkapkan kerugian negara sebesar Rp3,241 miliar, sebuah angka yang tidak bisa dianggap sepele. Namun, fakta bahwa kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan namun belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan mengindikasikan adanya sesuatu yang janggal dalam proses penegakan hukum.

Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Apakah keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam lingkaran kekuasaan menjadi penghambat pengungkapan kebenaran?

Lebih dari sekadar angka dan laporan audit, kasus Perusda Kapoda Rawi menyangkut nasib uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Transformasi dari Perusda menjadi Perseroda, sebagaimana tertuang dalam Perda Kabupaten Dompu Nomor 1 Tahun 2023, tidak boleh dijadikan dalih untuk melupakan tanggung jawab hukum atas pengelolaan masa lalunya.

Tim Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) pun hingga kini belum memberikan kejelasan atas hasil investigasi mereka. Ketertutupan semacam ini hanya akan memperpanjang daftar ketidakpercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di daerah.

Pernyataan Sa’ban yang menyerukan agar kasus ini ditangani secara serius, transparan, dan akuntabel perlu mendapat dukungan luas, termasuk dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan media lokal. Kebungkaman adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.

Sudah saatnya penegak hukum di Kabupaten Dompu membuktikan keberpihakan mereka kepada keadilan dan kebenaran, bukan pada kekuasaan dan kenyamanan politik. Jika tidak, maka bukan hanya uang negara yang hilang, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum itu sendiri.

Comment