IMW Dompu Laksanakan Dialog Soal Tambang Emas di Hu,u Dompu, Begini Komentar Para Pemateri

Netral.co.id, Gowa – Ikatan Mahasiswa Woja (IMW) Dompu Makassar melaksanakan kegiatan Dialog tentang “Tambang dan Hilirisasi: dua miliaran ton emas di Dompu untuk siapa?”.

Kegiatan itu dilaksanakan di Warkop Mauco, Jalan Hertasning Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Dalam kegiatan tersebut ada tiga orang narasumber, yaitu Yogi Cahyadi, Abdul Latif dan Hasan.

Salah satu narasumber, Yogi Cahyadi mengutarakan bahwa Indonesia hanya menikmati hasil tambang cuman 20% saja dan 80% nya di miliki oleh PT. STM yang berpusat di Brazil.

“Tambang dan hilirisasi, 2 M ton emas untuk siapa? Pertanyaan ini sukar untuk saya jawab, karena indonesia hanya menikmati 20% dari hasil tambang itu dan 80% nya di miliki oleh PT. STM yang berpusat di Brazil,” terangnya.

Selain itu, Yogi menambahkan bahwa Bima dan Dompu saat ini sedang dilirik oleh dunia.

“Sekarang bima-dompu menjadi sorotan dunia karena tambang emasnya. Antisipasilah untuk ke depannya bagi masyarakat yang mayoritas petani,” tambah.

Sementara itu, Hasan mengatakan bahwa dalam perizinan tambang harus disepakati oleh Menteri, Gubernur, Bupati dan Masyarakat.

“Dalam perizinan tambang harus memiliki izin dari Menteri, Gubernur, Bupati dan Masyarakat yang terkait, namun dari lokasi perizinan tambang yang ada di Bima dan Dompu tidak memenuhi persyaratan dalam pandangan hukum karena dilihat dari jarak antara laut dan daratan, apalagi masyarakat di daerah tersebut mayoritas petani,” ungkapnya.

Hasan menjelaskan bahwa masyarakat Bima dan Dompu tidak hidup dari pertambangan tapi hasil dari pertanian.

“Orang Bima dan Dompu tidak hidup dari hasil pertambangan tapi mereka hidup dari hasil pertanian karena masyarakat Bima dan Dompu adalah masyarakat agraris,” tegasnya.

Adapun pemateri ketiga, Abdul Latif mengatakan bahwa angka kemiskinan di Kabupaten Dompu sekitar 2.36% saat ini.

“Saya mulai dari data kemiskinan di Dompu ternyata masih banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan, data tentang kemiskinan sekitar 2.36% di tahun 2023, nah hal ini harus bisa ditanggulangi,” ungkapnya.

Pria yang memiliki peran aktif dalam organisasi kemahasiswaan itu menjelaskan
bahwa dalam kegiatan dialog ini tidak bermaksud untuk menolak atau menerima tapi memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pertambangan.

“Sebenarnya diskusi ini, tidak bermaksud untuk menolak atau menerima pertambangan tapi lebih pada kita memahaminya, baik tentang keuntungan maupun tentang kerusakan lingkungan,” ungkapnya.

Selain itu, ia mengatakan bahwa para Dewan Perwakilan Rakyat adakah yang siap untuk menolak pertambangan.

“Saya hanya ingin mempertanyakan dari setiap calon legislatif dan para dewan yang siap menolak pertambangan? Saya kira tidak ada karena mereka takut bermusuhan pada investor,” ungkapnya.

Comment