Jakarta, Netral.co.id – Terseretnya nama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jakarta, PT Food Station Tjipinang Jaya, dalam kasus dugaan pengoplosan beras menuai reaksi beragam. Di tengah proses pemeriksaan oleh Bareskrim Polri, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan pembelaan, sementara DPRD DKI mendesak dilakukan audit independen dan investigasi menyeluruh.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Dwi Rio Sambodo, menilai kasus ini harus dibuka secara terang benderang. “Dugaan praktik pengoplosan beras harus diusut tuntas dan diproses secara hukum dengan transparan,” ujarnya, dikutip Selasa (14/7/2025).
Rio menyoroti lemahnya sistem pengawasan distribusi beras, dan mendorong adanya inovasi, seperti digitalisasi sistem pelacakan stok yang dapat dipantau publik secara real-time dari gudang hingga ke konsumen.
Ia juga mendorong kolaborasi erat antara BUMD, Bulog, dan aparat kepolisian untuk memperkuat pengawasan rantai pasok. “Sidak rutin harus digelar, terutama di pasar-pasar induk seperti Cipinang. Pelaku penimbunan atau pemalsuan harus diberi sanksi tegas,” tegasnya.
Rio turut mengkritik minimnya saluran pengaduan publik yang menyulitkan masyarakat melaporkan indikasi kecurangan. Menurutnya, BUMD seperti Food Station harus kembali pada mandat utamanya, yakni menjamin ketersediaan pangan yang aman dan terjangkau, bukan semata mengejar keuntungan.
Dugaan keterlibatan Food Station mencuat setelah pengakuan seorang pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang yang menyebut ada pesanan 10 ton beras dari anggota DPRD Jakarta. Beras tersebut dikemas dalam 2.000 karung ukuran lima kilogram yang ternyata merupakan hasil campuran dari berbagai jenis beras alias oplosan. Praktik ini disebut lazim dilakukan demi menekan harga dan meraup margin lebih besar.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah memeriksa empat perusahaan terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran dalam distribusi beras, termasuk Food Station Tjipinang Jaya. Pemeriksaan dilakukan menyusul laporan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mengungkap adanya kecurangan pada distribusi beras premium oleh 212 produsen.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigjen Helfi Assegaf, membenarkan bahwa pemeriksaan terhadap perusahaan masih berlangsung. Adapun empat perusahaan yang diperiksa meliputi Wilmar Group (WG), Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), Belitang Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari/Japfa Group (SUL/JG).
Sampel beras dari keempat perusahaan dikumpulkan dari berbagai wilayah, termasuk Aceh, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, hingga Jabodetabek. Produk Food Station yang diperiksa meliputi merek Alfamidi Setra Pulen, Setra Ramos, Food Station, dan lainnya.
Dari hasil investigasi 13 laboratorium di 10 provinsi, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21 persen tidak sesuai dengan berat kemasan. Mentan Amran menyebut praktik ini sangat merugikan masyarakat dan memperkirakan kerugian konsumen mencapai Rp99 triliun.
Namun, temuan itu dibantah oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP), Hasudungan Sidabalok. Ia menyatakan bahwa Food Station telah menjalani pengujian berkala di laboratorium terakreditasi terhadap beras merek Setra Pulen dan Setra Ramos, dan hasilnya masih memenuhi kategori beras premium.
“Pengujian dilakukan sedikitnya tiga kali dalam setahun. Tahun ini sudah dua kali, yakni pada 24 Januari dan 16 Juni. Hasil laboratorium menunjukkan mutu beras masih sesuai,” jelas Hasudungan.
Ia juga memastikan Food Station kooperatif memenuhi panggilan Bareskrim dan siap menunggu hasil investigasi lanjutan dari Satgas Pangan yang saat ini menguji 50 sampel dari Badan Pangan Nasional (Bapanas).
“Pemprov DKI mengimbau masyarakat tetap waspada, sambil menunggu hasil resmi dari otoritas terkait. Kami terus menjamin keamanan pangan di Jakarta,” pungkas Hasudungan.
Comment