Terungkap Kasus Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak, Hingga Pelaku Blending BBM

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang, Rabu (26/2/2025).

Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang. (foto:dok)

Jakarta, Netral.co.idKejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang, Rabu (26/2/2025).

Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun.

Maya ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menerangkan, bahwa Maya dan Edward dengan persetujuan Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah dengan harga RON 92 (Pertamax).

“Kemudian, tersangka Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending (pengoplosan) produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” ujar Qohar, Rabu (26/2/2025).

Berikut Harta kekayaan Maya Kusmaya

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir kali dilaporkan pada 31 Desember 2023, Maya memiliki harta kekayaan sebesar Rp 10.485.156.442.

Jumlah tersebut bertambah dari tahun ke tahun sejak pertama kali Maya melaporkan LHKΡΝ pada 2016.

Pada 2016, Maya memiliki harta kekayaan senilai Rp 160.000.000. Jumlah ini bertambah pada 2017 menjadi Rp 3.506.286.973.

Setelah itu, harta kekayaan Maya tembus Rp 4.478.349.188 pada 2018, Rp 4.794.896.183 pada 2019, Rp 6.773.241.522 pada 2020, Rp 6.910.006.116 pada 2021, dan Rp 8.527.254.453 pada 2022.

Itu menunjukan, peningkatan harta kekayaan Maya yang begitu cepat, bayangkan saja Rp 1.957.901.989 dalam waktu satu tahun dari 2022 ke 2023 dengan mudah ia dapatkan.

Harta kekayaan Maya terdiri dari:

  1. Tanah dan bangunan:
  • Tanah dan bangunan seluas 201 m2/253 m2 di Bogor, Jawa Barat senilai Rp 2.500.000.00
  1. Kendaraan:
  • Mobil Toyota New Fortuner tahun 2017 senilai Rp 350.000
  • Motor Vespa Sprint tahun 2022 senilai Rp
  • Mobil Toyota Agya tahun 2023 senilai Rp 190.000.000.
  1. Harta lainnya:
  • Harta bergerak lainnya: Rp 695.428.411
  • Surat berharga: Rp 5.673.067.649
  • Kas dan setara kas: 1.304.643.684
  • Hutang: 277.983.302.

Alasan Maya Kusmaya oplos Pertalite jadi Pertamax

Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang bermula ketika pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.

Ketentuan tersebut mengatur soal prioritas pemanfaatan minyak Bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

PT Pertamina (Persero) kemudian diwajibkan mencari minyak dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.

Namun, para tersangka sengaja menurunkan produksi kilang dan produksi minyak mentah dalam negeri KKKS ditolak.

PT Kilang Pertamina Internasional kemudian mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Tetapi, harga pembelian impor lebih tinggi apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak Bumi dalam negeri.

Dalam pengadaan produk kilang lewat PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan Pertamina melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92.

BBM yang dibeli dengan harga RON 92, padahal sebenarnya RON 90 atau lebih rendah, itu juga merupakan tindakan ilegal atau yang disebut oplosan BBM.

RON 90 tersebut kemudian di-blending atau diplos di storage atau depo supaya RON 92. Perbuatan ini sebenarnya tidak diperbolehkan.

Maya dan Edward kemudian mengungkapkan hal tersebut kepada penyidik Kejagung ketika diperiksa pada Rabu (26/2/2025).

Qohar mengatakan, kedua tersangka dengan persetujuan tersangka Riva melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 92.

Perbuatan tersebut membuat pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.

Maya juga memberikan perintah atau persetujuan kepada Edward untuk menjalankan blending produk kilang pada jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 supaya menghasilkan RON 92.

Proses pengoplosan dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak.

Lokasi tersebut dimiliki oleh Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kerry dan Gading telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi Pertamina pada Senin (24/2/2025).

Setelah proses pengoplosan selesai, BBM dijual kepada masyarakat seharga RON 92.

“Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” ujar Qohar.

Comment