Jakarta, Netral.co.id – Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menilai bahwa pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) bertentangan dengan prinsip negara hukum yang diatur dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945.
Menurutnya, pengesahan ini mencerminkan pendekatan kebijakan yang mendahulukan keputusan eksekutif sebelum memiliki landasan hukum yang kuat.
“Tindakan ini dilakukan berdasarkan kebijakan presiden terlebih dahulu, lalu dicarikan dasar hukum yang lebih kuat. Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum,” ujar Susi dalam acara Political Show di CNN Indonesia TV, Senin 24 Maret 2025.
Susi menegaskan bahwa dalam negara hukum yang demokratis, produk hukum harus mencerminkan kehendak rakyat, bukan kepentingan segelintir pihak.
Baca Juga : Poin penting dalam pasal revisi UU TNI
“Peraturan tidak boleh dibuat hanya untuk merekam keadaan sesaat, tetapi harus mengakomodasi harapan dan ekspektasi masyarakat ke depan,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa regulasi yang membatasi kritik dan kepentingan publik dapat berujung pada autocratic legalism, sebuah fenomena di mana hukum justru digunakan untuk membungkam demokrasi.
Pengesahan RUU TNI telah memicu gelombang protes di berbagai kota, termasuk Surabaya, Bandung, Palangkaraya, dan Mataram.
Massa aksi menolak ketentuan dalam revisi UU yang dinilai membuka kembali ruang dwifungsi militer, terutama terkait pasal-pasal yang mengizinkan prajurit berdinas di luar institusi pertahanan.
Baca Juga : Bayang-Bayang Orde Baru dan Pasal Krusial dalam Revisi UU TNI
Namun, protes yang berlangsung sejak pekan lalu tidak menghambat proses legislasi. Pada Kamis (20/3/2025), DPR RI resmi mengesahkan RUU TNI menjadi Undang-Undang dalam sidang yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani.
Menanggapi aksi demonstrasi, Puan Maharani meminta semua pihak untuk menahan diri dan menghindari provokasi.
“Kami mengimbau kedua belah pihak tidak saling menyerang. Silakan menyampaikan aspirasi, tapi jangan sampai memprovokasi atau melakukan kekerasan,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa 25 Maret 2025.
Baca Juga : Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan: Tolak Dwifungsi ABRI!
Meskipun demikian, laporan mengenai dugaan represi aparat terhadap massa aksi di beberapa daerah masih menjadi perhatian publik.
rSejumlah organisasi masyarakat sipil dan akademisi terus mendesak pemerintah dan DPR untuk membuka ruang dialog terkait revisi UU TNI ini.
Comment