Idrus Marham Dukung Islah PBNU: Muktamar Satu-satunya Jalan Konstitusional

IMG 0349

Screenshot

Netral.co.id – Berikut naskah yang sudah dirapikan menjadi berita utuh, mengalir, dan siap tayang, disertai opsi judul:


Konflik internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya menemukan titik terang. Setelah berbulan-bulan diwarnai ketegangan dan polarisasi, para pihak sepakat menempuh jalan islah melalui Muktamar sebagai forum tertinggi organisasi untuk menyelesaikan persoalan yang selama ini berlarut-larut.

Kesepakatan tersebut lahir dalam rapat konsultasi Syuriyah kepada Mustasyar PBNU yang digelar di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (25/12/2025). Rapat ini diinisiasi jajaran Syuriyah PBNU sebagai ikhtiar menjaga keutuhan jam’iyyah Nahdlatul Ulama sekaligus merawat marwah ulama di tengah dinamika internal yang kian sensitif.

Pertemuan itu dihadiri langsung Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar bersama jajaran Pengurus Syuriyah, di antaranya KH Abdullah Kafabihi, KH Mu’adz Thohir, KH Imam Buchori, KH Idris Hamid, H. Muhammad Nuh, Gus Muhib, Gus Yazid, Gus Afifuddin Dimyati, Gus Moqsith Ghozali, Gus Latif, Gus Sarmidi Husna, Gus Tajul Mafakhir, Gus Athoillah Anwar, hingga Gus Nadzif.

Rapat tersebut menyepakati bahwa Muktamar Ke-35 Nahdlatul Ulama akan diselenggarakan secepat-cepatnya oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar bersama Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. Penyelenggaraan Muktamar akan melibatkan Mustasyar PBNU, para sesepuh NU, serta pengasuh pesantren dalam penentuan waktu, tempat, dan kepanitiaan.

“Ini adalah jalan musyawarah yang paling arif, paling konstitusional, dan paling mencerminkan tradisi NU,” ujar Haji Abdul Muid Shohib usai rapat.

Keputusan tersebut menegaskan komitmen NU untuk menyelesaikan persoalan besar melalui mekanisme organisasi, adab keulamaan, dan tradisi musyawarah, bukan melalui konflik terbuka yang berpotensi menggerus legitimasi jam’iyyah di mata umat dan bangsa.

Anggota Majelis Penasihat Organisasi (MPO) IKA PMII, Idrus Marham, menyambut positif kesepakatan islah menuju Muktamar. Ia mengimbau seluruh keluarga besar NU untuk memberikan dukungan penuh terhadap langkah tersebut.

Menurut Idrus, Muktamar merupakan satu-satunya jalan bermartabat untuk mengakhiri konflik sekaligus memantapkan NU sebagai rumah besar umat Islam Indonesia. Lebih jauh, Muktamar dinilainya sebagai momentum strategis untuk mengembalikan NU pada khittah perjuangannya, baik secara ideologis, konseptual, maupun strategis.

“NU bukan milik kelompok, bukan milik individu, dan bukan arena perebutan kekuasaan. NU adalah rumah besar umat, benteng marwah ulama, dan wadah perjuangan untuk bangsa. Karena itu, Muktamar adalah jalan konstitusional yang wajib ditempuh,” tegas Idrus dalam keterangannya melalui sambungan telepon.

Idrus yang juga dikenal berperan dalam dinamika politik nasional era reformasi, menilai pendekatan wasathiyah yang ditempuh para ulama melalui musyawarah dan Muktamar menunjukkan kematangan NU dalam menyelesaikan konflik internal tanpa merusak kepercayaan publik. Menurutnya, pendekatan ini bersifat komprehensif, legalistik-formal karena berbasis konstitusi, namun tetap berakar pada nilai kultural yang menjadi fondasi kekuatan NU.

“Ketika NU memilih jalan Muktamar, itu artinya NU sedang mengajarkan bangsa ini tentang etika berorganisasi, adab dalam berbeda, dan cara menyelesaikan konflik dengan kepala dingin serta mengedepankan kepentingan yang lebih besar, yakni kebesaran NU dan kemajuan bangsa,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa konflik berkepanjangan hanya akan melemahkan peran strategis NU di tengah tantangan kebangsaan yang semakin kompleks.

“Bangsa ini sedang menghadapi krisis global, krisis moral, dan tantangan geopolitik. NU tidak boleh larut dalam konflik internal. NU harus kembali fokus menjadi penyangga persatuan nasional dan penjaga moral bangsa,” tegasnya.

Idrus juga memperingatkan agar tidak ada pihak yang menyeret NU ke dalam konflik kepentingan sempit, baik kekuasaan maupun usaha.

“Kalau NU diseret ke konflik kepentingan, yang rugi bukan hanya warga NU, tetapi bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, ketika NU kuat dan bersatu, Indonesia stabil,” katanya.

Ia mengapresiasi peran para Mustasyar, sesepuh, dan alim ulama NU yang konsisten mendorong islah melalui berbagai forum musyawarah, mulai dari Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, Tebuireng Jombang, hingga Musyawarah Kubro di Lirboyo.

“Para kiai telah memberi teladan. Mereka tidak mencari menang-kalahan, tetapi kemaslahatan jam’iyyah. Ini teladan kepemimpinan ulama yang sejati,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, konflik di tubuh PBNU bermula dari pemberhentian Ketua Umum PBNU oleh Rais Aam melalui forum Rapat Syuriyah. Keputusan tersebut ditolak pihak Ketua Umum sehingga memicu konflik berkepanjangan yang berpotensi mengganggu stabilitas internal NU.

Musyawarah Kubro yang digelar pada 1 Rajab 1447 H atau 21 Desember 2025 bahkan mengultimatum akan digelarnya Muktamar Luar Biasa apabila islah tidak tercapai. Situasi ini menempatkan NU pada persimpangan sejarah antara memperdalam konflik atau mengembalikannya ke rel musyawarah konstitusional.

Kesepakatan islah menuju Muktamar Ke-35 NU menandai fase baru. NU memilih jalan rekonsiliasi berbasis konstitusi dan tradisi keulamaan. Dalam konteks kebangsaan, langkah ini dinilai penting karena NU bukan sekadar organisasi keagamaan, melainkan salah satu pilar stabilitas sosial-politik Indonesia.

Idrus berharap Muktamar Ke-35 NU benar-benar menjadi titik balik untuk memulihkan keutuhan organisasi.

“Muktamar ini bukan sekadar memilih pemimpin, tetapi mengembalikan ruh NU: ukhuwah, keikhlasan, dan khidmat untuk umat dan bangsa,” pungkasnya.

Comment