DPR Gagas UU Khusus Penyadapan, Tak Lagi Diatur dalam RUU KUHAP

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Komisi III berencana menyusun undang-undang tersendiri mengenai penyadapan. Rencana ini terungkap dalam Rapat Kerja Panitia Kerja (Panja) RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bersama pemerintah di Gedung Nusantara II, Senayan, Kamis 11 Juli 2025.

Ketua DPR RI Komisi III, Habiburrokhman. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.idDewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Komisi III berencana menyusun undang-undang tersendiri mengenai penyadapan. Rencana ini terungkap dalam Rapat Kerja Panitia Kerja (Panja) RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bersama pemerintah di Gedung Nusantara II, Senayan, Kamis 11 Juli 2025.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa aturan penyadapan tidak akan dimasukkan dalam revisi RUU KUHAP. Sebagai gantinya, DPR akan mengatur hal tersebut dalam regulasi khusus yang pembahasannya sudah dimulai sejak periode sebelumnya.

“Sudah sejak periode lalu kami merancang pembentukan UU penyadapan, bahkan telah dilakukan kunjungan kerja yang menggunakan anggaran negara,” kata politisi Partai Gerindra itu, Sabtu (12/7/2025).

Selain penyadapan, isu mengenai penyitaan juga menjadi sorotan dalam rapat tersebut. Khususnya, pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) 640 hingga 663, terdapat usulan baru dari pemerintah tentang penanganan barang sitaan yang berisiko menurun mutunya sebelum ada putusan hukum tetap.

“Contohnya seperti bawang putih yang bisa membusuk jika terlalu lama disita. Pemerintah mengusulkan barang semacam itu bisa dijual sebelum ada putusan pengadilan,” jelas Habiburokhman.

Namun, setelah diskusi internal bersama pimpinan dan juru bicara fraksi (kapoksi), Komisi III sepakat mengambil jalan tengah. Barang yang berpotensi rusak tersebut dapat dijual melalui lelang, dengan catatan adanya persetujuan dari pihak pemilik barang.

Saat ini, Panja RUU KUHAP telah menyelesaikan 1.676 DIM, terdiri dari 68 poin perubahan, 91 penghapusan, dan 131 substansi baru.

Habiburokhman menegaskan bahwa revisi KUHAP penting dilakukan karena regulasi lama dinilai tak lagi relevan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

“Pembahasan DIM akan kami lakukan seefisien mungkin tanpa mengurangi kualitas dan ketelitian substansi,” ujarnya.

Comment