Netral.co.id – Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik linguistik yang khas, termasuk dalam hal bahasa umpatan atau makian. Di Sulawesi Selatan (Sulsel), sejumlah kata kasar memiliki sejarah penggunaan yang panjang dan bermuatan sosial-budaya yang kuat.
Tak sekadar bahasa emosional, sejumlah istilah ini juga mencerminkan dinamika sosial di masyarakat lokal.
Mengenal arti dari kata-kata tersebut penting agar tidak terjadi kesalahpahaman budaya saat berinteraksi dengan masyarakat Sulsel.
Sebab, sebagian kata bisa menyinggung secara personal hingga berpotensi memicu konflik jika diucapkan sembarangan.
Berikut ini daftar 12 kata umpatan yang umum dikenal di wilayah Sulsel beserta maknanya:
- Sundala
Kata ini mulai dikenal luas di Sulawesi Selatan sejak awal 1990-an dan awalnya digunakan sebagai sebutan untuk waria atau bencong.
Dalam perkembangan maknanya, sundala kemudian menjadi bentuk makian yang sangat kasar dan merujuk pada kata “sundal” dalam bahasa Indonesia, yang berarti perempuan nakal atau pekerja seks komersial.
- Anassundala
Gabungan kata “ana” (anak) dan “sundala” melahirkan makna yang jauh lebih ofensif.
Umpatan ini bisa diartikan sebagai “anak pelacur” atau “anak haram”, sehingga dianggap sangat menghina dan tidak pantas diucapkan, baik dalam percakapan sehari-hari maupun saat emosi.
- Suntili
Bentuk makian ini merupakan intensifikasi dari kata sundala, bahkan disebut-sebut sebagai akronim dari “sundala tiga kali.”
Artinya pun lebih vulgar, menjadikan suntili sebagai salah satu umpatan paling tajam yang bisa ditemui dalam percakapan informal di Sulsel.
4–6. Anjing, Kongkong, Asuh
Kata-kata ini memiliki konotasi serupa dan digunakan untuk menyamakan seseorang dengan hewan yang dianggap buas, menjijikkan, atau berbahaya.
Anjing adalah istilah umum dalam bahasa Indonesia, sedangkan kongkong adalah padanannya dalam bahasa Makassar, dan asuh dalam bahasa Bugis.
Meskipun umum digunakan sebagai makian di berbagai daerah Indonesia, penyebutan ini tetap dianggap kasar dan tidak sopan.
7–9. Zombi, Telang, Sombong
Tiga kata ini merujuk pada organ seksual perempuan dalam bahasa Makassar.
Dalam konteks sosial, penggunaannya sebagai umpatan merupakan bentuk pelecehan verbal yang kerap dilontarkan saat marah atau menghina.
Meski sering dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh sebagian orang, pemakaian istilah ini sebaiknya dihindari.
- Telaso
Telaso berasal dari dua suku kata: te atau tai (kotoran) dan laso atau lacu (penis).
Secara harfiah, istilah ini berarti “kotoran dari alat kelamin laki-laki”, dan digunakan sebagai makian dengan makna sangat kasar.
Kata ini dikenal bukan hanya di Makassar, tetapi juga di wilayah seperti Palu dan Kendari.
11–12. Kabulamma, Kabulampe
Kedua istilah ini digunakan untuk mengekspresikan kekesalan atau kutukan, dan memiliki arti “kurang ajar.”
Dalam beberapa situasi, kata ini juga diucapkan sebagai ungkapan spontan saat seseorang mengalami kesialan.
Meski terdengar ringan di telinga sebagian orang lokal, kabulamma dan kabulampe tetap dikategorikan sebagai bahasa kasar.
Meski kata-kata tersebut merupakan bagian dari dinamika bahasa lokal, memahami konteks dan sensitivitasnya menjadi penting dalam interaksi sosial.
Bagi orang luar Sulawesi Selatan, mengenali istilah-istilah ini akan membantu mencegah kesalahpahaman, terutama saat berbaur dengan masyarakat lokal.
Menghindari penggunaan kata kasar adalah langkah bijak dalam menjaga etika komunikasi antarbudaya, terutama di wilayah yang kaya akan nilai-nilai adat seperti Sulawesi Selatan.
Comment