Rachmat Gobel Akui Pernah Tunjuk BUMN dan Swasta Impor Gula, Tapi Bantah Lakukan Sendiri

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2014–2015, Rachmat Gobel, mengungkapkan bahwa selama masa jabatannya terdapat penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pihak swasta untuk melakukan importasi gula. Pernyataan itu disampaikannya saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2014–2015, Rachmat Gobel. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.idMantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2014–2015, Rachmat Gobel, mengungkapkan bahwa selama masa jabatannya terdapat penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun pihak swasta untuk melakukan importasi gula. Pernyataan itu disampaikannya saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/5/2025).

“Seingat saya memang ada penugasan, tetapi semuanya berjalan terkoordinasi dan terkontrol, mengingat harga gula cenderung naik menjelang bulan puasa,” kata Rachmat kepada majelis hakim.

Meski mengakui adanya penugasan impor, Rachmat menegaskan bahwa selama menjabat sebagai Mendag selama sekitar 10 bulan, ia tidak secara langsung menerbitkan izin impor, baik untuk gula kristal mentah (GKM) maupun gula kristal putih (GKP).

Baca Juga: Menolak Lupa: Deretan Kasus Pemalsuan yang Menggemparkan Indonesia

“Saat itu stok gula nasional cukup, jadi tidak ada kebutuhan untuk melakukan impor,” ujarnya.

Rachmat juga mengaku tidak mengetahui apakah impor gula dalam jumlah besar sudah dilakukan oleh Mendag sebelumnya. Ia menduga, jika hal itu benar terjadi, maka stok yang ada sudah mencukupi untuk kebutuhan selama masa jabatannya.

Pernyataan Rachmat Gobel muncul dalam persidangan yang menjerat Thomas Trikasih Lembong, Mendag periode 2015–2016, sebagai terdakwa. Tom Lembong didakwa telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan pada 2015–2016.

Jaksa penuntut umum menyebut izin impor tersebut diberikan tanpa koordinasi dengan kementerian teknis terkait serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Selain itu, perusahaan yang diberi izin diduga tidak memiliki kewenangan untuk mengolah GKM menjadi GKP karena merupakan pabrik gula rafinasi.

Tom Lembong juga disebut tidak menunjuk BUMN sebagai pelaksana pengendalian stok dan stabilisasi harga, melainkan justru memilih sejumlah koperasi seperti Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, dan SKKP TNI/Polri.

Atas perbuatannya, Tom didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp578,1 miliar.

Comment