RUU Perampasan Aset: Langkah Krusial Melawan Korupsi dan Menyelamatkan Aset Negara

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti lambannya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang berbeda nasib dengan RUU BUMN dll.

Rancangan Undang-undang Perampasan Aset tak kunjung temu, isyarat baik dari raja tikus. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id – Komitmen Presiden Prabowo Subianto terhadap pemberantasan korupsi kembali ditegaskan saat peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025.


Dalam pidatonya, Presiden menyuarakan dukungan kuat terhadap percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang dinilai penting untuk menindak tegas para koruptor dan menarik kembali kekayaan negara yang telah dicuri.

“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Kalau sudah mencuri, ya harus dikembalikan. Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor,” ujar Prabowo di hadapan massa buruh.

Baca Juga:RUU Perampasan Aset Masih Mandek? Golkar Lempar Bola ke Pemerintah

Dukungan tersebut diperkuat oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang menyatakan bahwa Presiden akan mendorong pembahasan RUU ini bersama DPR dan pimpinan partai politik. RUU Perampasan Aset dianggap sebagai kunci untuk menutup celah hukum dalam upaya pemulihan aset negara.

Korupsi yang kian mengakar di berbagai sektor, dari kementerian, lembaga, hingga BUMN dan pemerintah daerah, telah menciptakan kerugian besar. Bahkan, Kejaksaan Agung mencatat estimasi kerugian negara akibat kasus korupsi belakangan ini mencapai angka fantastis: Rp 1 kuadriliun.

Sayangnya, RUU Perampasan Aset hingga kini belum menjadi prioritas legislasi nasional. Meski telah diajukan sejak era Presiden Joko Widodo, draf undang-undang ini tidak kunjung dibahas serius oleh DPR dan hanya masuk dalam Prolegnas jangka menengah 2025–2029.

Kondisi ini menimbulkan kecurigaan publik terhadap keseriusan partai politik dalam memberantas korupsi. Padahal, Indonesia terikat pada Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) yang mendorong negara-negara anggota untuk memiliki regulasi yang memungkinkan perampasan aset tanpa proses pidana ketika pelaku tidak dapat diadili.

Baca Juga:Golkar Dukung Pembahasan RUU Perampasan Aset

RUU ini sangat krusial, karena memungkinkan negara menyita aset hasil korupsi meski belum ada vonis pengadilan, menjawab kekosongan hukum yang selama ini menjadi hambatan dalam memulihkan kerugian negara.

Lebih jauh, urgensi RUU Perampasan Aset juga diperkuat oleh konsep Social Cost of Corruption atau biaya sosial korupsi. Korupsi tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan hukum yang kompleks, mulai dari terganggunya alokasi anggaran hingga biaya penegakan hukum yang mahal.

Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa penerapan biaya sosial dalam menghitung kerugian negara akibat korupsi dapat menghasilkan nilai ganti rugi hingga ratusan kali lipat dibanding perhitungan konvensional. Salah satunya terlihat dalam kasus kehutanan di Sumatera dan Kepulauan Riau, di mana kerugian sosial akibat korupsi jauh melebihi nilai suap yang diberikan.

Melihat urgensi dan kondisi yang mendesak, muncul dorongan agar Presiden Prabowo menggunakan hak konstitusionalnya untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perampasan Aset. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi, penerbitan Perppu dimungkinkan dalam situasi genting yang tak dapat menunggu proses legislasi normal.

Jika DPR terus menunda pembahasan RUU tersebut, penerbitan Perppu bisa menjadi solusi cepat untuk menyelamatkan aset negara dan menutup celah hukum yang menguntungkan para koruptor.

Baca Juga:Prabowo Pilih Lobi DPR, Bukan Perppu, demi Golkan RUU Perampasan Aset

Pemberlakuan undang-undang atau Perppu ini bukan hanya akan memperkuat efek jera bagi pelaku kejahatan kerah putih, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan menciptakan sistem pemerintahan yang lebih bersih dan transparan.

Langkah ini sejalan dengan komitmen Prabowo dalam agenda Asta Cita yang menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama. Diharapkan, dengan adanya regulasi perampasan aset, Indonesia dapat memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi (IPK), mempercepat reformasi birokrasi, dan menegaskan posisi negara dalam upaya global melawan korupsi.

Comment