Jakarta, Netral.co.id – Desakan agar aparat penegak hukum bergerak cepat terhadap dugaan pelanggaran dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya, semakin menguat. Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Zulfikar Hamonangan, meminta Polri segera memeriksa seluruh pihak yang terlibat dalam proses perizinan tersebut.
“Fraksi Demokrat sejalan dengan sikap Fraksi Gerindra. Kami mendesak Kapolri memeriksa siapa saja yang menerbitkan izin tambang di Raja Ampat. Sesuai arahan Presiden Prabowo, operasional tambang di sana harus dihentikan dan izinnya dicabut tanpa syarat,” tegas Zulfikar dalam pernyataannya yang dikutip Netral.co.id pada Inilah.com, (12/6).
Baca Juga: Negara Absen di Raja Ampat: Saat Surga Laut Menanti Kehancuran
Menurut Zulfikar, penerbitan izin tambang di wilayah seindah Raja Ampat mencederai upaya pelestarian lingkungan dan pariwisata nasional. Ia mengingatkan bahwa Raja Ampat adalah ikon wisata bahari kelas dunia yang tak boleh dikorbankan demi eksploitasi sumber daya alam.
“Wilayah itu bukan sekadar lokasi tambang. Ia adalah ciptaan Tuhan yang luar biasa, yang wajib kita jaga bersama. Lautnya, karangnya, dan pantainya adalah aset wisata Indonesia yang tak tergantikan,” ujarnya.
Bareskrim Telah Turun Tangan, Fokus pada 4 IUP Dicabut
Di sisi lain, Bareskrim Polri telah mulai menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam aktivitas tambang nikel di Raja Ampat. Penyelidikan ini dipicu oleh meningkatnya perhatian publik dan sorotan terhadap potensi kerusakan lingkungan di kawasan sensitif tersebut.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, mengonfirmasi bahwa penyelidikan tengah berjalan, meski ia belum bisa mengungkapkan secara detail prosesnya.
“Kami masih dalam tahap penyelidikan. Yang pasti, semua dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Nunung kepada wartawan di Gedung Bareskrim, Rabu (11/6).
Nunung menjelaskan bahwa setiap aktivitas pertambangan memiliki risiko kerusakan lingkungan. Namun, pengusaha tambang diwajibkan menjalankan reklamasi untuk memulihkan lahan bekas tambang, sesuai dengan regulasi.
“Tambang pasti ada dampak lingkungan. Makanya, pengusaha wajib menyisihkan jaminan reklamasi sebagai bentuk tanggung jawabnya,” jelasnya.
Ketika ditanya lebih jauh soal kasus spesifik di Raja Ampat, Nunung membenarkan bahwa penyelidikan difokuskan pada empat IUP nikel yang sebelumnya telah dicabut pemerintah, termasuk yang berada di Pulau Gag, salah satu pulau paling indah di kawasan tersebut.
“Iya, soal empat IUP itu. (Pulau Gag) nanti kita lihat,” ujarnya singkat.
Catatan Kritis: Penegakan Aturan atau Sekadar Reaksi Politik?
Desakan politik dan langkah penyelidikan Polri merupakan sinyal penting, namun tetap meninggalkan pertanyaan: mengapa izin tambang bisa lolos di wilayah konservasi sejak awal? Apakah ini hanya reaksi politis pasca-viral, atau akan benar-benar menjadi momentum pembenahan tata kelola pertambangan nasional?
Baca Juga: Warga Tolak Tambang Nikel di Raja Ampat, DPR: Pemerintah Sebelumnya Lakukan Pembiaran
Raja Ampat bukan sekadar lanskap eksotis, tapi simbol dari ketegangan abadi antara kepentingan ekonomi dan kelestarian alam. Jika negara benar-benar berpihak pada masa depan ekowisata dan lingkungan, maka tindakan tegas terhadap para pemberi izin ilegal harus menjadi prioritas, bukan sekadar retorika.
Comment