Media Sosial: Ruang Publik yang Perlu Dijaga
Netral.co.id – Di era digital yang serba terbuka, media sosial telah menjelma menjadi ruang publik tak terbatas. Namun sayangnya, kebebasan berekspresi kerap disalahgunakan untuk menyampaikan hinaan terhadap fisik orang lain praktik yang dikenal sebagai body shaming.
Fenomena ini makin marak, terutama di kolom komentar unggahan viral. Tak jarang, bentuk tubuh, warna kulit, kondisi wajah, hingga cara berpakaian seseorang dijadikan bahan olok-olokan.
Yang lebih mengkhawatirkan, banyak orang masih menganggap body shaming sebagai lelucon ringan. Padahal, dampaknya sangat serius: mulai dari hilangnya rasa percaya diri hingga gangguan kesehatan mental.
Memahami Body Shaming dari Perspektif Hukum
Secara umum, body shaming merupakan tindakan yang mengejek, mengkritik, atau mempermalukan penampilan fisik seseorang. Contohnya: menyebut orang lain “gendut”, “hitam”, “pendek”, “jerawatan”, dan sebagainya dengan maksud merendahkan.
Walaupun tidak diatur secara eksplisit dengan istilah “body shaming”, perbuatan ini masuk dalam kategori penghinaan atau serangan terhadap kehormatan dalam sistem hukum Indonesia.
Dasar Hukum Penjeratan Body Shaming
Berikut adalah tiga aturan hukum yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku body shaming:
- Pasal 27A jo. Pasal 45 Ayat (4) UU ITE (UU No. 1 Tahun 2024)
“Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain… dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik… dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.”
Konteks: Body shaming lewat komentar di media sosial termasuk dalam cakupan ini.
- Pasal 315 KUHP (masih berlaku hingga 2026)
“Penghinaan ringan… di muka umum atau di hadapan orang yang dihina… dipidana paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda paling banyak Rp4,5 juta.”
Konteks: Body shaming yang terjadi secara langsung atau dalam forum publik.
- Pasal 436 KUHP Baru (UU No. 1 Tahun 2023)
Mulai berlaku efektif pada 2026.
“Penghinaan ringan… dipidana paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp10 juta.”
Catatan: Ini akan menggantikan Pasal 315 KUHP lama dengan sanksi lebih tinggi.
Antara Hak Berkomentar dan Batasan Etis
Body shaming bukan soal “bercanda” atau “kebebasan berpendapat”, melainkan soal merendahkan martabat manusia. Dalam masyarakat yang beradab, kritik seharusnya disampaikan pada substansi, bukan pada bentuk tubuh.
Penting bagi warganet untuk sadar bahwa:
- Komentar digital memiliki konsekuensi hukum.
- Menghina fisik seseorang bisa dipidana.
- Ruang digital harus menjadi ruang aman bagi semua orang.
Penutup: Edukasi adalah Kunci
Masyarakat digital Indonesia perlu melek hukum. Mengenali pasal-pasal hukum bukan sekadar untuk takut dihukum, tapi agar kita lebih bijak dan bertanggung jawab. Mari ciptakan media sosial yang inklusif, sehat, dan manusiawi.
Comment