KPK Tangkap Pejabat OKU, Bukti Korupsi Terungkap Sehari Setelah Surat Edaran

IMG 20250317 122823

Jakarta, Netral.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya permintaan fee proyek yang dilakukan tiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU) kepada Kepala Dinas PUPR OKU menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ironisnya, permintaan itu terjadi hanya sehari setelah KPK mengeluarkan peringatan terkait gratifikasi hari raya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan enam tersangka, yaitu:

Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III DPRD OKU

Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU

Nopriansyah (NOP) – Kepala Dinas PUPR OKU

M. Fauzi alias Pablo (MFZ) – Pihak swasta

Ahmad Sugeng Santoso (ASS) – Pihak swasta

Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa ketiga anggota DPRD tersebut menagih fee proyek kepada Nopriansyah karena mendekati Lebaran. Nopriansyah pun berjanji akan mencairkan fee dari sembilan proyek di OKU sebelum hari raya.

Baca Juga : Lukas Enembe Ditangkap KPK, Massa Simpatisan Ngamuk

“Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh Ferlan Juliansyah, M Fahrudin, dan Umi Hartati menagih jatah fee proyek kepada Nopriansyah, sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Nopriansyah kemudian berjanji akan menyerahkan fee tersebut sebelum Lebaran,” ungkap Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

OTT dan Bukti Uang Miliaran Rupiah

KPK mengungkap bahwa pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima Rp2,2 miliar dari pengusaha M. Fauzi. Sebelumnya, ia juga menerima Rp1,5 miliar dari Ahmad Sugeng Santoso. Uang tersebut diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU.

Dua hari kemudian, pada 15 Maret, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap para tersangka. Dari OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp2,6 miliar serta sebuah mobil Toyota Fortuner.

Menariknya, penangkapan ini terjadi hanya sehari setelah KPK menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya.

Baca Juga : Drama Penahanan Hasto, Aksi Simpatisan hingga Desakan Publik Warnai Gedung KPK

“Hal ini menjadi ironis, mengingat sehari sebelumnya KPK telah menerbitkan surat edaran untuk mengingatkan penyelenggara negara agar tidak menerima atau memberikan gratifikasi,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Senin (17/3).

Dalam surat edaran tersebut, KPK mengingatkan bahwa gratifikasi dapat menimbulkan benturan kepentingan, pelanggaran hukum, serta berpotensi menjadi tindak pidana korupsi.

OKU Masuk Kategori Rentan Korupsi

KPK juga menyoroti skor Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang menunjukkan bahwa OKU termasuk daerah dengan tingkat kerentanan korupsi tinggi.

“Pada komponen internal, pengelolaan SDM dan pengadaan barang dan jasa (PBJ) menjadi dua aspek dengan skor terendah, masing-masing 61,25 dan 68,07,” ujar Budi.

Selain itu, aspek pencegahan korupsi di OKU juga tergolong rendah dengan skor 76,99. Tim ahli KPK bahkan memberi penilaian lebih rendah lagi, yaitu 66,54.

Sementara itu, skor Monitoring Centre for Prevention (MCP) OKU 2024 tercatat 82. Namun, dua sektor dengan skor terendah adalah pengelolaan barang milik daerah (BMD) (65) dan penganggaran (69), yang masuk kategori merah.

“Kasus OTT ini semakin mengonfirmasi rendahnya skor pencegahan korupsi di OKU. Bahkan, dalam fokus area penganggaran, indikator terendahnya adalah penetapan APBD dengan skor hanya 9 dari skala 1-100,” kata Budi.

KPK menegaskan bahwa praktik korupsi ini sudah dirancang sejak tahap awal pembahasan RAPBD.

Upaya Pencegahan dan Peran Masyarakat

Sebagai langkah pencegahan, KPK berupaya memperkuat pemberantasan korupsi di Sumatra Selatan, termasuk melalui pembentukan Desa Antikorupsi.

KPK mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam mengawasi dan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di daerahnya.

“Kami mendorong partisipasi publik dalam mengawasi penggunaan anggaran, agar praktik korupsi seperti ini dapat dicegah sejak dini,” tutup Budi.

Comment