Jakarta, Netral.co.id – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, menanggapi wacana penyerahan lahan tidak terpakai kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan semangat pemerintah dalam mengatasi konflik agraria dan mewujudkan keadilan.
“Semangat utama pemerintah adalah memastikan tidak ada lahan yang ditelantarkan. Lahan terlantar kerap memicu konflik agraria akibat pendudukan ilegal oleh pihak lain,” ujar Hasan di Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Ia menekankan bahwa pemerintah tidak serta-merta menarik lahan yang tidak dikelola. Ada masa tenggang dan serangkaian peringatan sebelum proses pengambilalihan dilakukan.
“Pemerintah memberikan masa tunggu, termasuk tiga kali peringatan kepada pemilik atau pemegang hak agar lahan tidak dibiarkan terbengkalai,” jelasnya.
Hasan juga menegaskan bahwa kebijakan ini memiliki dasar hukum kuat, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar. Dalam aturan tersebut, tanah yang sengaja tidak diusahakan atau dimanfaatkan selama dua tahun sejak hak diterbitkan, dapat diambil alih negara.
“Kalau ada korporasi besar yang mengelola lahan di luar izin, misalnya diberi hak kelola 100 ribu hektare tapi memanfaatkan 150 ribu hektare, maka kelebihannya wajib dikembalikan ke negara. Ini bentuk keadilan agraria,” tambahnya.
Evaluasi Reforma Agraria
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sebelumnya mengungkapkan bahwa hampir separuh lahan bersertifikat di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Dari total 55,9 juta hektare tanah bersertifikat, sekitar 1,4 juta hektare belum digunakan secara produktif.
Data itu belum termasuk lahan dengan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang.
“Ini bagian dari evaluasi reforma agraria nasional. Banyak lahan bersertifikat tidak digunakan sesuai peruntukannya,” ujar Nusron.
Lahan-lahan yang tidak termanfaatkan itu, menurut Nusron, berpotensi dijadikan objek reforma agraria dan disalurkan kepada pesantren, koperasi umat, serta organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan alumni PMII.
Namun, ia mengingatkan bahwa pemanfaatan lahan tetap harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RT/RW) dan mendahulukan kepentingan masyarakat setempat.
“Kalau mau bangun pesantren, cari lahan di zona permukiman atau industri. Kalau di zona pertanian atau perkebunan, bisa dikelola secara ekonomi lewat koperasi pesantren,” pungkas Nusron.
Comment