Ahli Waris Muh Jurdin Bin Tjollen Sebut Ada Mafia Peradilan Penggusuran Lahan di Makassar

Sengketa lahan di Jalan AP Pettarani, Makassar, kembali memanas setelah Andi Baso Matutu dinyatakan menang dalam perkara hukum terkait tanah seluas 12.931 meter persegi.

Ahli Waris Muh Jurdin Bin Tjollen saat menunjukan dokumen kepemilikan tanah miliknya (foto: dok)

Makassar, Netral.co.id – Sengketa lahan di Jalan AP Pettarani, Makassar, kembali memanas setelah Andi Baso Matutu dinyatakan menang dalam perkara hukum terkait tanah seluas 12.931 meter persegi.

Keputusan ini menuai protes dari ahli waris pemilik lahan, Muh Jurdi bin Tjollen Daeng Marala, yang menuding adanya praktik mafia peradilan dalam proses hukum.

Muh Jurdi, selaku tergugat II, mengungkapkan bahwa Andi Baso Matutu tidak memiliki dokumen asli yang sah dan menduga dokumen yang diajukan ke pengadilan merupakan hasil pemalsuan.

“Bersangkutan telah memalsukan surat keterangan dari kecamatan terkait klaim lokasi yang dijadikan dasar gugatan. Namun, akhirnya dia dipenjara setelah kami laporkan,” ungkapnya.

“Dasarnya adalah surat keterangan pembatalan nomor 220/KSJ/IV/04 yang ditandatangani Camat Panakukang Muchtar Kasim pada 12 April 2004,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia menyesalkan putusan pengadilan yang mengabaikan surat dari Komisi Yudisial nomor 2030/PIM/LM.05/10/2021, yang menginformasikan adanya pelanggaran etik hakim dalam perkara No.49/Pdt/2018/PN.Mks.

Menurutnya, dua dokumen penting yang menguatkan kepemilikan tanah, yakni surat lelang lahan di Kampung Sinrijiala, Karawisi, tahun 1938 oleh pemerintahan Belanda.

Serta dokumen jual beli tahun 1957 yang ditandatangani pejabat berwenang Kabupaten Gowa sebelum Makassar menjadi kota, tidak dimunculkan dalam persidangan Peninjauan Kembali (PK) 1 dan PK 2.

Selain itu, muncul dugaan pemalsuan dokumen baru dari Kecamatan Panakukang dengan nomor 693/016/KP/1/2023 yang menyebutkan bahwa lahan tersebut merupakan milik Tjintjing KR Lengkese.

Dokumen ini diteken oleh Camat Panakukang Sri Sulsilawati, yang semakin memperkeruh situasi.

“Kami yang digugat akan segera melakukan perlawanan hukum. Eksekusi ini cacat hukum, sangat jelas ada mafia peradilan yang bermain. Bagaimana mungkin dokumen fotokopi bisa menang di pengadilan, sementara kami memiliki dokumen asli yang telah terverifikasi keabsahannya?” tegas Jurdi.

Kasus ini menambah daftar panjang sengketa tanah di Sulawesi Selatan, yang kerap diwarnai dugaan praktik mafia tanah dan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum terkait.

Para pihak kini menunggu langkah hukum lebih lanjut guna mencari keadilan dalam perkara ini.

Comment