Rio de Janeiro, Netral.co.id – KTT BRICS yang digelar di Brasil, Minggu (6/7/2025), berlangsung tanpa kehadiran dua pilar utama: Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ketidakhadiran mereka memunculkan tanda tanya besar mengenai arah dan soliditas BRICS sebagai kekuatan alternatif dari dominasi negara-negara Barat.
Mengutip laporan The Guardian, Sabtu (5/7), ketidakhadiran Xi Jinping terbilang mengejutkan. Dalam lebih dari satu dekade terakhir, pemimpin China itu selalu hadir di forum puncak BRICS. Namun kali ini, Beijing hanya mengutus Perdana Menteri Li Qiang tanpa memberikan alasan resmi atas absensinya.
Sementara itu, ketidakhadiran Presiden Rusia Vladimir Putin terbilang lebih jelas. Ia masih dibayangi oleh surat perintah penangkapan dari Pengadilan Pidana Internasional (ICC) terkait dugaan deportasi paksa ribuan anak Ukraina. Brasil sebagai tuan rumah adalah negara penandatangan Statuta Roma ICC, yang secara hukum berkewajiban menangkap Putin jika hadir secara fisik di wilayahnya.
Putin sendiri juga absen dalam KTT BRICS 2023 di Afrika Selatan karena alasan serupa. Presiden Afrika Selatan saat itu bahkan mengaku tak dapat menjamin keamanan Putin dari potensi eksekusi mandat ICC.
Perluasan Keanggotaan BRICS: Ancaman terhadap Koherensi?
BRICS, akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, awalnya diposisikan sebagai tandingan G7 oleh negara-negara berkembang. Namun dalam dua tahun terakhir, kelompok ini telah berkembang pesat dengan masuknya Indonesia, Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Meski secara strategis memperluas pengaruh, perluasan ini juga menuai kritik. Banyak pengamat menilai heterogenitas anggota baik dalam sistem pemerintahan, tingkat demokrasi, maupun kebijakan luar negeri membuat BRICS semakin cenderung ke arah blok otoriter. Ini menimbulkan ketegangan terselubung dengan negara-negara anggota yang lebih demokratis seperti Brasil, India, dan Afrika Selatan.
Dunia Multipolar dan Masa Depan BRICS
Brasil, sebagai tuan rumah, tetap melihat BRICS sebagai simbol pergeseran menuju dunia multipolar. Mantan Menteri Luar Negeri Brasil yang kini menjabat sebagai Dubes untuk Inggris, Antonio Patriota, menyebut era dominasi tunggal Amerika Serikat semakin melemah, terutama sejak masa pemerintahan Donald Trump.
“Amerika Serikat, lewat kebijakan proteksionis dan kedaulatan yang agresif, justru mempercepat lahirnya dunia multipolar,” ungkap Patriota dalam forum di Overseas Development Institute.
Ia menambahkan bahwa ketidaksepahaman antara Eropa dan Amerika Serikat dalam isu perdagangan, keamanan, dan demokrasi turut mempercepat fragmentasi kutub kekuasaan global. “Yang sebelumnya hanya ada satu kutub Barat yang solid, kini mulai terbelah,” ujarnya.
Absensi yang Menggugah Pertanyaan
Ketiadaan Xi Jinping dan Vladimir Putin dalam KTT BRICS tahun ini tidak bisa dianggap sebagai ketidakhadiran biasa. Ini mencerminkan pergeseran mendalam dalam dinamika aliansi global, di mana masing-masing negara mulai mencari arah dan koalisi sendiri, menjauhi solidaritas ideologis lama.
Kini pertanyaannya: masihkah BRICS menjadi blok strategis yang solid tanpa kehadiran langsung dua pendirinya? Ataukah ini awal dari diversifikasi atau bahkan disintegrasi?
Waktu dan geopolitik akan memberikan jawabannya.
Comment