Polemik Pendidikan Gizi: Mendikdasmen Tolak Jadi Mata Pelajaran, BGN Dorong Masuk Kurikulum

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa pendidikan gizi tidak perlu dimasukkan dalam struktur kurikulum sekolah sebagai mata pelajaran khusus. Menurutnya, pendekatan pembiasaan dan praktik langsung dalam keseharian siswa jauh lebih efektif dalam membentuk karakter dan pola hidup sehat.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti tegaskan bahwa pendidikan gizi tidak perlu ada di kurikulum belajar. (Foto: dok)

Jakarta, Netral.co.id – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyatakan bahwa pendidikan gizi tidak perlu dimasukkan dalam struktur kurikulum sekolah sebagai mata pelajaran khusus. Menurutnya, pendekatan pembiasaan dan praktik langsung dalam keseharian siswa jauh lebih efektif dalam membentuk karakter dan pola hidup sehat.

“Saya sejak awal menyampaikan bahwa program Makan Bergizi Gratis juga bagian dari pendidikan karakter. Nilai-nilai seperti berdoa sebelum makan, tenggang rasa, menjaga kebersihan, hingga cinta lingkungan bisa ditanamkan dari situ,” ujar Abdul Mu’ti di Jakarta, Minggu (20/7/2025), dikutip dari Antara.

Ia menegaskan bahwa pendidikan tidak semata-mata soal kognitif, melainkan proses pembentukan perilaku. Bila pendidikan gizi diformalkan sebagai mata pelajaran, ia khawatir esensinya akan berkurang dan hanya menjadi teori tanpa penerapan nyata.

“Kalau semua harus jadi mata pelajaran, nanti berhenti di teori saja. Padahal, pendidikan itu soal kebiasaan,” jelasnya.

Namun, pandangan tersebut bertolak belakang dengan usulan Badan Gizi Nasional (BGN). Lembaga tersebut mendorong agar pendidikan gizi dimasukkan secara resmi ke dalam kurikulum sekolah untuk memastikan anak-anak mendapatkan pemahaman komprehensif sejak dini.

“Gizi bukan hanya soal makan, tapi soal masa depan bangsa. Anak yang paham gizi tumbuh sehat, berpikir tajam, dan bisa berkontribusi lebih besar,” kata Ikeu Tanziha, Dewan Pakar Gizi BGN.

Ikeu menilai sekolah sebagai ruang strategis untuk mentransfer pengetahuan gizi secara sistematis. Dengan pendekatan kurikulum, keterkaitan antara konsumsi makanan, kesehatan, dan kualitas hidup bisa ditanamkan dengan lebih terarah.

Pernyataan Abdul Mu’ti ini mempertegas adanya perbedaan pendekatan antara pemerintah dan lembaga teknis. Di satu sisi, Kemendikdasmen menekankan pendidikan karakter lewat kebiasaan sehari-hari, sementara di sisi lain, BGN mendorong sistematisasi pendidikan gizi melalui kurikulum formal.

Perdebatan ini menandakan perlunya dialog lebih lanjut antar lembaga untuk merumuskan strategi terbaik dalam menghadapi tantangan gizi nasional, terutama di tengah ancaman stunting dan krisis kesehatan anak-anak Indonesia.

Comment