Jakarta, Netral.co.id – Pengamat hukum Masriadi Pasaribu menilai pelaporan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk serangan balik dari pihak-pihak yang merasa terancam oleh kinerja Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus besar.
“Setiap kali Kejagung menangani perkara besar, selalu ada serangan balik. Bentuknya bisa berupa fitnah, pemberitaan yang menyudutkan, hingga pelaporan terhadap pejabat kejaksaan,” ujar Masriadi, Sabtu (15/3/2025).
Menurutnya, fenomena ini bukan hal baru. Setiap langkah agresif Kejagung dalam mengusut tindak pidana korupsi kerap diiringi dengan upaya melemahkan institusi tersebut.
Publik Diminta Selektif Menyikapi Isu
Masriadi menegaskan bahwa pelaporan terhadap pejabat negara adalah hak setiap warga negara. Namun, ia mengajak publik untuk lebih kritis dalam menyikapi informasi yang beredar.
“Tindakan melapor adalah hak setiap orang, tetapi publik juga berhak bertanya, mengapa laporan ini muncul saat Kejagung menangani kasus besar?,” ujarnya.
Baca Juga : Tanggapan Dingin Ridwan Kamil Usai Rumahnya Digeledah KPK
Ia juga mengingatkan bahwa serangan semacam ini dapat merusak soliditas penegakan hukum serta memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan Agung.
“Koruptor pasti tidak senang dengan langkah Kejagung. Serangan seperti ini bisa melemahkan kerja pemberantasan korupsi,” tambahnya.
Pelaporan Febrie Adriansyah ke KPK
Diketahui, Koalisi Sipil Masyarakat Antikorupsi sebelumnya melaporkan Febrie Adriansyah ke KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam beberapa kasus, termasuk kasus Jiwasraya dan tata niaga batu bara di Kalimantan Timur.
Masriadi berharap, alih-alih terjebak dalam konflik, KPK dan Kejagung dapat bersinergi untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Jangan sampai serangan ini justru mengganggu penyidikan kasus korupsi besar. Kejagung adalah lembaga yang paling dipercaya publik dalam pemberantasan korupsi. Kita harus mendukungnya,” tutupnya.
Comment