Jakarta, Netral.co.id – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengaku menerima ancaman dan intimidasi dari pihak-pihak tertentu usai mengungkap praktik kecurangan dalam tata niaga beras nasional. Meski demikian, ia menegaskan tidak akan mundur dalam melawan mafia pangan yang telah merugikan masyarakat selama bertahun-tahun.
“Ini perintah Bapak Presiden untuk menyelesaikan masalah korupsi dan mafia pangan. Saya sampaikan, siap Bapak Presiden. Kami tindak lanjuti,” ujar Amran dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Amran mengatakan dirinya telah diperingatkan untuk berhati-hati karena menghadapi “orang-orang besar” di balik praktik curang distribusi beras. Namun, ia memilih tetap tegak membela kepentingan rakyat dan petani.
“Kami tidak peduli, yang penting kami membela rakyat, membela petani, dan membela mereka yang berada di level bawah. Kami siap menanggung segala risiko,” ujarnya.
Mentan mengenang masa kecilnya yang sulit, saat harus makan beras dicampur pisang karena mahalnya harga beras. Ia menegaskan tak ingin rakyat Indonesia mengalami kondisi serupa akibat ulah segelintir oknum yang mempermainkan harga pangan.
“Kami pernah makan beras dicampur pisang karena harga beras mahal saat itu. Kami tahu rasanya, dan tidak ingin itu terulang untuk saudara-saudara kita di seluruh Indonesia,” kata dia.
Amran juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkannya untuk segera membenahi regulasi, memberantas mafia serta koruptor, dan memberikan kemudahan bagi petani. Salah satu misinya adalah menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dengan mendorong hilirisasi di sektor hortikultura dan perkebunan.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Satgas Pangan Polri, dan Kejaksaan telah melakukan investigasi terhadap dugaan kecurangan beras komersial di tengah meningkatnya produksi padi nasional.
Temuan mengejutkan pun diungkap. Dari 136 sampel beras premium, sebanyak 85,56 persen tidak sesuai standar mutu, 59,78 persen melebihi harga eceran tertinggi (HET), dan 21,66 persen tidak sesuai berat kemasan. Sementara dari 76 sampel beras medium, 88,24 persen tidak sesuai mutu, 95,12 persen melampaui HET, dan 9,38 persen tak sesuai berat kemasan. Total pelanggaran ditemukan pada 212 merek beras.
Padahal, produksi padi nasional tahun ini tercatat sebagai yang tertinggi dalam 57 tahun terakhir, dengan stok mencapai 4,2 juta ton.
Comment